Sahabat muslimah, kebanyakan dari kita pastinya sudah memahami apa, bagaimana, kapan, serta seperti apa darah haid itu. Namun, apakah kita sudah benar-benar memahami kapan waktu haid kita sudah benar-benar bersih dan berhenti keluar. Jika belum, maka wajib bagi kita untuk memahami lebih dalam, seperti apa tanda ataupun ciri kita telah suci dari haid. Pasalnya, ketika kita berbicara tentang darah, sama halnya kita tengah berbicara tentang ibadah shalat, melayani suami bagi yang sudah menikah, dan kewajiban ibadah lainnya seperti puasa.
Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin, dimana segala hal terkait kehidupan manusia dari hal terbesar hingga paling kecil sekalipun dibahas dengan detail dan diatur dalam Islam. Diantaranya, terkait darah. Lantas, keluarnya darah pada wanita dalam Islam seperti kita ketahui terdiri dari darah haid, darah istihadhoh dan darah nifas. Sebagai muslimah, tentunya kita harus tahu kapan berhentinya darah tersebut keluar agar kita bisa melaksanakan ibadah shalat. Mengingat, shalat merupakan amalan ibadah yang paling penting dan pertama kali di hisab ketika di yaumul akhir nanti. Sebagaimana, dijelaskan oleh Ustadzah Herlini Amran, narasumber program Kita dan Keluarga rubrik Fiqh Wanita, Acara yang bisa anda dengarkan setiap senin pukul 10.00 WIB di Radio Elnury 918 AM menguraikan dengan jelas terkait haid. Menurutnya, terdapat dua cara untuk menentukan waktu lamanya haid berlangsung.
“Pertama, itu berdasarkan kebiasaan ya, kebiasaan-kebiasaan ini artinya ketika seseorang wanita sudah tahu kapan biasanya haid, 6 atau 7 hari, maka ikuti kebiasaannya itu. Nah, saat setelah dia mandi, mungkin sudah besoknya atau beberapa jam setelah dia mandi kan suka keluar sejenis flek. Nah, flek itu tidak dianggap lagi sebagai darah haid setelah dia bersuci,” jelas Ustadzah Herlini.
Menurut Ustadzah Herlini, kebanyakan dari kaum muslimah kurang memahami ini dengan baik. Sehingga, sebagian besar dari kita setelah mandi besar dan kemudian keluar darah lagi sejenis flek dari kemaluan, dianggapnya sebagai haid. Dari kondisi tersebut, menyebabkan kebanyakan dari kita tidak melaksanakan shalat, justru parahnya meninggalkan shalat dikarenakan ketidakpahaman kita mengenai waktu suci dari haid. Berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh ummu ‘Athiyah Radhiyalluhu ‘Anha:
كُنَّا لاَ نُعِدُّ الصُّفْرَةَ وَالكُدْرَة بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا
“Kami tidak menganggap sesuatu apapun (haid) darah yang berwarna kuning atau keruh sesudah masa suci”
“Kedua, berdasarkan warna darah,” ujarnya. Ustadzah berkacamata ini menambahkan, dalam Islam darah haid yang keluar dari kemaluan perempuan umumnya berwarna merah kecoklatan. Serta, flek yang keluar dalam masa haid itu dianggap sebagai darah haid. Sehingga di luar dari itu, bukanlah darah haid melainkan darah istihadhah atau darah penyakit. Dalam hal ini, seorang muslimah yang mengalami istihadhah, hukumnya wajib melaksanakan shalat, karena darah yang keluar dari kemaluannya merupakan darah penyakit berbeda dengan darah haid. Muslimah yang mengalami istihadhah dalam melaksanakan shalat memiliki ketentuan khusus, yaitu wajib membersihkan daerah kewanitaan yang terkena darah sehingga ketika melaksanakan shalat dalam keadaan suci tanpa ada darah istihadhah, dimana dalam kondisi ini darah tersebut sifatnya najis dan harus disucikan.
Sebuah pertanyaan menarik datang dari pendengar Elnury, yaitu, “apakah orang yang mengalami istihadhah diperbolehkan berpuasa?”. Ustadzah Herlini menjawab, boleh berpuasa dan shalat, pasalnya darah yang keluar tersebut merupakan darah penyakit yang keluar dari tubuh perempuan dan sekali lagi berbeda dengan darah haid karena dalam hal ini bukan darah yang keluar karena penyakit, keguguran, luka dan kelahiran. (ann/elnury)