Sahabat, seringkali kita memaknai bahagia itu berasal dari harta, kekuasaan, kecantikan dan popularitas sebagai sumber kebahagiaan yang pasti. Sadarkah kita, bahwasanya kebahagiaan itu dapat hadir dalam kehidupan kita dengan cara yang begitu sederhana. Dimana, dalam hidup ini ketentraman dapat hadir dengan menetralkan rasa dan memaknai nilai-nilai hidup lebih dalam. Lantas, sejatinya kebahagiaan yang hakiki itu seperti apa?
“Bahagia sebenarnya bukan tampak dari keadaan di luar, tapi keadaan di dalam (hati) tergantung bagaimana kita mengkondisikan hati,” ujar Motivator mystery of mindset yang juga Direktur PT Surya Cipta Gemilang, Tukiyo Suryo Atmojo dalam wawancara program Sekitar Kita Radio Elnury 918 AM, Kamis (5/2).
Mr. Tukiyo menjelaskan, pertama, penting bagi kita untuk memahami, bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini pasti terjadi atas ijin Nya. Demikian halnya dengan daun yang jatuh ke tanah sekalipun. Bahkan, hal terburuk yang pernah kita alami dalam hidup ini terjadi atas ijin Nya, semata-mata untuk memberikan makna dan hikmah agar kita menjadi pribadi yang terus belajar dan memperbaiki diri.
Memaknai kebahagiaan hendaknya diawali dengan merubah mindset pemikiran kita terlebih dahulu, yakni dengan menyadari bahwa letak kebahagiaan itu sejatinya bukan berasal dari materi, kekuasaan, kecantikan dan popularitas. Namun, lebih pada memaknai kebermanfaatan apa yang dapat kita berikan atas apa yang kita miliki untuk orang-orang di sekitar kita. Maka, kita patut berbahagia dengan apa yang kita miliki sekarang dengan menyertakan syukur sebagai kunci utama, sehingga alam semesta akan memberikan frekuensi yang sama dengan kehendak naluriah kita.
“Sumber kebahagiaan itu ada dimana saja. Kuncinya ada pada kemampuan kita memberi makna atas apapun yang kita hadapi,” ungkapnya.
Kedua, maksud dari kata ‘memberi makna’ disini adalah, hendaknya kita bersikap netral atas kejadian apapun yang tengah menimpa kita. Bersikap netral dalam suatu kejadian ataupun peristiwa merupakan salah satu sikap yang dimiliki oleh orang bijak. Sikap netral ini ditunjukkan pada cara kita memandang suatu permasalahan, entah kita menilainya sebagai suatu hal yang positif atau negatif. Kemudian, hendaknya kita memaknai setiap kejadian yang kita lewati sebagai proses pembelajaran, bukan sebagai hal yang melemahkan namun suatu hal yang menguatkan jiwa kita untuk bangkit.
Terakhir, wajib untuk kita sadari bahwa ada banyak cara untuk menghentikan masalah dengan cara yang sederhana. Sehingga, hal itu tidak akan membebani jiwa kita untuk merasa bahagia. Pasalnya, kebahagiaan bisa kita dapatkan dimana saja dengan cara yang sederhana tentunya. Sekali lagi, tergantung pada persepsi kita dalam memberikan makna terhadap suatu masalah. Tinggal kita pilih, ingin membebani jiwa dengan pikiran-pikiran buruk kita atau memilih berdamai dengan masalah yang sedang kita hadapi sehingga membuat jiwa kita tentram.
“Rahasianya adalah kita berdamai dengan apa yang ada, maka akan lahir ketentraman pada hati,” tandasnya. (ann/elnury)