Sahabat, bekerja bagi sebagian besar kaum wanita di zaman modern saat ini sepertinya merupakan hal yang nampaknya wajar dilakukan. Terlebih, seiring dengan majunya tingkat kehidupan telah mendukung hadirnya kaum hawa sebagai bentuk pemberontakan kultural yang mendobrak tradisi perlakuan wanita sejak puluhan tahun lalu.
Dimana dalam hal ini, mengajak peran serta perempuan untuk mengalihkan pandangan mereka dari sumur, dapur dan kasur kemudian beralih ke kantor, karier dan modernisasi. Saat ini, berbagai jenis profesi telah banyak dilakoni oleh kaum hawa, salah satunya di sektor media sebagai wartawati atau reporter.
Secara kodrati, pernahkah kita berpikir bahwa sejatinya peran besar dari sosok perempuan itu adalah sebagai seorang ibu yang kelak akan menjadi madrasah pertama bagi anak anak yang akan mereka lahirkan.
Bukan malah menjadi seorang pekerja aktif yang melakukan berbagai hal di luar rumah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Dosen Pendidikan Agama Islam IPB, Ustadzah Neneng Hasanah, MA. Berikut pembahasannya.
“Dalam Islam, baiknya wanita itu bekerja sesuai kodratnya, kalau malam-malam harusnya sudah ada di dalam rumah kecuali darurat atau emergency,” ujar Ustadzah Neneng saat dihubungi di Bekasi, Jumat (30/11).
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah SWT lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah SWT telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya , maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisa: 34)
Beliau pun menambahkan, berdasarkan penggalan ayat di atas, sebenarnya bagi Muslimah menjadi apapun dalam Islam itu boleh, asal selama itu tidak menyalahi aturan atau syariat Allah. Terlebih, dalam hal ini Allah dengan kasih sayang-Nya telah memuliakan para Muslimah yang beriman dan taat kepada-Nya dalam berbagai peran. Termasuk di antaranya sebagai wartawati.
“Misalnya, menjadi wartawati, dokter, pramugari, dan sebagainya, selama itu mendukung dakwah dan kemajuan Islam. Serta, juga jika wanita itu tidak meninggalkan kodratnya sebagai Muslimah, istri, ibu bagi anak-anaknya,” lanjutnya.
Kendati demikian, sekali lagi beliau menegaskan pada setiap Muslimah bahwa sebenarnya menjadi apa saja boleh. Mengingat, para Shahabiyah pun juga ada yang menjadi prajurit, dokter dan masih banyak lagi, asal sesuai dengan aturan Islam, misal: tidak ikhtilat (berduaan dengan lawan jenis), tidak meninggalkan kewajibannya sebagai istri, menutup aurat dan karena alasan darurat, tulang punggung keluarga.
Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa kaum Muslimah hendaknya memilih jenis profesi yang tidak memakan banyak waktu di luar rumah. Mengingat, beban dan tanggung jawab terhadap anak dan suami yang harus ditunaikan. Jenis profesi tersebut salah satunya adalah pengajar, wirausaha, dokter dan lain-lain.
Selain itu, harus memprioritaskan kepentingan keluarga terlebih dahulu, sebelum melaksanakan tugas di luar rumah. Sebaiknya, Muslimah harus bisa mengatur jadwal sebaik mungkin agar urusan keluarga dan pekerjaan dapat berjalan dengan tawazun.
Sikap tawazun dalam hal inilah yang mampu membagi peran seorang perempuan, baik sebagai seorang ibu, istri, dan profesinya, sehingga tidak ada pihak yang terzolimi.