Site icon Catatan Ludy

Lestari Hutanku, Mungkinkah Tinggal Cerita?

Rimba raya maha indah
Cantik, molek, perkasa
Penghibur hati susah, penyokong nusa dan bangsa
Rimba raya mulia
Disitulah kita kerja
Di sinar matahari
Gunung lembah berduri
Haruslah kita lalui
Dengan hati yang murni

Lirik Mars Rimbawan

Sekilas, saat mendengar lantunan lirik Mars Rimbawan, kembali pula saya mengingat. Bahwasanya, hingga kini belum ada satupun kontribusi “nyata” yang dapat saya lakukan untuk almamater tercinta. Meski, rasanya begitu jelas jarak antara keilmuan dan kesadaran untuk bergerak amatlah dekat. Namun, lagi-lagi saya disadarkan dengan betapa mirisnya diri ini yang nyatanya tidak ada diantara dua hal tersebut. Sulit dibayangkan memang, seolah ilmu yang dikejar dengan susah payah sampai tertatih-tatih selama 4 tahun lamanya, dalam sekejap tiba-tiba menguap begitu saja.

Jujur, harus saya akui, sudah sulit rasanya untuk mengulang bahkan mengingatnya lagi. Kini, hanyalah ingatan yang samar-samar lagi tipis akan materi yang direguk saat di bangku kuliah dulu. Ahh, seketika merutuk sambil menyesali kemudian bergumam untuk bisa kembali ke masa itu. Masa dimana, semua kemungkinan untuk menjadi yang terbaik bisa dikerjakan. Tinggal kita memilih, ingin menjadi yang terbaik di bidang itu atau di bidang yang lain. Cukup, itu saja.

Memori akan materi ilmu perkuliahan itu pun kembali menguak, tepatnya saat saya hadir dalam agenda Forest Talk With Blogger yang diselenggarakan oleh Yayasan Doktor Sjahrir (YDS) dan Climate Reality Indonesia, pada Sabtu (9/2) kemarin di Almond Zucchini, Jakarta Pusat. Tema yang dibawakan dalam acara ini pun sangat menggigit, yakni membahas tema Menuju Pengelolaan Hutan Lestari. Wah, bisa dibayangin dong betapa tertariknya saya dengan pembahasan materi kali ini. Mengingat, materi ini merupakan PR Nasional yang sejak dulu, bahkan hingga kini masih terus digalakkan keberlanjutannya. Wah, jadi makin penasaran dong pastinya, cus simak terus ya gaes!

Bumiku Sayang, Bumiku Malang…

Diskusi pagi itu pun dibuka dengan sambutan sekaligus pemaparan dari Dr. Amanda Katili Niode (Manager Climate Reality Indonesia) yang juga bertindak sebagai pelaksana kegiatan. Menariknya, beliau membuka diskusi pagi itu dengan bersama-sama mengajak para bloggers untuk kritis terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi hingga saat ini. Dan, hal itu bukanlah sebatas isu belaka, melainkan diperkuat pula oleh fakta serta data-data terkini yang nyatanya terus menunjukkan tingkat kerusakan yang cukup tinggi di planet bumi kita tercinta.

Dr. Amanda Katili Niode (Manager Climate Reality Indonesia) tengah memaparkan materi

Dalam pemaparannya, Dr. Amanda menjelaskan bahwa kaum perempuan saat ini memiliki tingkat kepedulian yang cukup tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini pun ditunjukkannya melalui tingginya kesadaran kaum perempuan pada perubahan iklim yang terjadi saat ini sebagai akibat dari kerusakan lingkungan itu sendiri. Seketika, hal ini pun kembali mengingatkan saya pada kaidah prinsip feminin dalam tulisan Mongabay. Dimana, dalam kaidah tersebut dikatakan bahwa alam dimaknai sebagai sumber kehidupan dan perempuan dalam praktiknya memiliki keahlian dalam memelihara alam. Perempuan juga dinilai sebagai pengelola kehidupan yang mempunyai keahlian untuk memproduksi dan mereproduksi kehidupan. Sehingga, persepsi inilah yang kemudian dibangun dan diharapkan melalui kaum perempuan lah perubahan signifikan itu dapat terjadi untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kestabilan pangan.

Selanjutnya, Dr. Amanda pun menjelaskan beberapa poin yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan itu sendiri, antara lain:

Mirisnya lagi, kerusakan lingkungan tersebut hampir seluruhnya disebabkan oleh kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, dampak utama yang akan dirasakan oleh manusia, khususnya perempuan akibat dari kerusakan lingkungan ini adalah:

Maka, berdasarkan fakta-fakta tersebut, Dr. Amanda pun kembali mengajak para bloggers untuk lebih peka khususnya dalam memelihara lingkungan, yakni dengan mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai dan menggantinya dengan tas kain, menanam pohon di berbagai tempat, mengonsumsi pangan lokal, mengurangi kebiasaan membeli baju terlalu sering, dan masih banyak lagi. Lantas, sudah sejauh mana upaya kita dalam memperbaiki lingkungan? (sambil nunjuk diri)

Pengelolaan Hutan dan Lanskap Berkelanjutan, Langkah Awal dalam Melindungi Bumi dari Kerusakan

Dr. Atiek Widayati selaku perwakilan dari Tropenbos Indonesia

Sebagai alumni kehutanan, rasanya malu banget kalau enggak tahu soal Pengelolaan Hutan Berkelanjutan atau biasa disingkat PHB. Meski, sadar banget saat ini sudah samar-samar ingatannya bahkan banyak yang menguap, hehe. Dan, hal ini pun senada dengan materi yang dibawakan oleh Dr. Atiek Widayati selaku perwakilan dari Tropenbos Indonesia. Dalam pembukaannya, beliau menjelaskan tentang apa definisi hutan kepada para blogger. Dimana, menurut KLHK 2018 disebutkan bahwa definisi hutan itu sendiri ialah suatu wilayah dengan pohon dewasa yang ukurannya lebih tinggi dari 5 meter dan tutupan kanopi lebih besar dari 30% dengan luasan lebih dari 6,25 Ha. Wahh, dari penjelasan tersebut dapat dibayangkan bukan betapa luas dan hijaunya hamparan hutan itu? Hiks, jadi pengen main-main lagi kan ke hutan (mode on syedih).

Next, dalam pemaparannya ini Dr. Atiek pun menjelaskan bahwasanya dalam proses pengelolaan hutan dan lanskap yang berkelanjutan ini terdapat beberapa tujuan penting yang harus diwujudkan, yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan. Dari 3 poin tersebut, tujuan lingkungan inilah yang perlu dicermati. Mengingat, aspek lingkungan yang mencakup hutan dan lanskap itulah yang mengalami dampak paling berat dari adanya deforestasi hingga menimbulkan degradasi lingkungan. Miris memang, namun seperti itulah kenyataan di lapangan. Berdasarkan hal itu, Dr. Atiek pun menegaskan, satu-satunya jalan yang harus ditempuh untuk mengurangi dampak dari kerusakan lingkungan ini adalah dengan mengupayakan pengembalian “fungsi” hutan dalam berbagai aspek. Dimana, fungsi hutan itu sendiri ialah bertindak untuk menjaga keseimbangan ekosistem, mengendalikan siklus air (sebagai resapan), sebagai habitat flora dan fauna, menyediakan udara bersih, dan masih banyak lagi.

Tidak jauh berbeda, hal ini pun juga erat kaitannya dengan penjelasan dari Dr. Sri Maryati selaku Direktur Eksekutif Yayasan Belantara. Dalam materinya, beliau mengatakan bahwa untuk mengupayakan terwujudnya keberlanjutan hutan tersebut perlu dilakukan adanya konservasi berbasis masyarakat. Dimana, keterlibatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan ini sangat dibutuhkan guna menjaga eksistensi hutan itu sendiri di wilayah mereka.

Dr. Sri Maryati selaku Direktur Eksekutif Yayasan Belantara

Menariknya, pendekatan masyarakat melalui pelatihan usaha dengan mengoptimalkan material hasil hutan bukan kayu (HHBK), sekaligus mengedukasi mereka akan pentingnya menjaga lingkungan, rupanya mampu menarik animo masyarakat dari berbagai kalangan yang tinggal di sekitar hutan. Belum lagi, ditambah juga dengan sejumlah kerja sama lainnya, seperti membantu pengadaan sumber air bersih serta pembuatan MCK. Dan, inilah yang menjadi agenda utama dari Yayasan Belantara selaku organisasi pemerhati lingkungan. Keren banget kan pastinya, hehe. Saluutte deh sama Yayasan Belantara.

Optimalkan Pemanfaatan HHBK Melalui Pengembangan Ekonomi Kreatif

Next, materi berikutnya enggak kalah seru lho! Karena, materi ini erat banget kaitannya dengan pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan dalam pengelolaannya diharapkan dapat dimanfaatkan secara bijak dan lestari, khususnya tanpa merusak komposisi dari hutan itu sendiri. Pas banget nih, materi kali ini diisi oleh Ibu Ir. Murni Titi Resdiana, MBA, selaku Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Perubahan Iklim. Dalam pemaparannya beliau menjelaskan bahwa adapun kebijakan perubahan iklim saat ini erat kaitannya dengan upaya pemerintah dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan. Dan, untuk mendukung langkah tersebut diperlukan adanya upaya pengembangan ekonomi kreatif dalam mengoptimalkan potensi hutan itu sendiri tanpa harus mengkomersilkannya secara berlebihan.

Ir. Murni Titi Resdiana, MBA, selaku Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Perubahan Iklim

Bagi saya sendiri, cara ini cukup menarik. Karena, disamping memberdayakan warga sekitar hutan, namun pada akhirnya juga ikut mendukung terciptanya kesejahteraan masyarakat disekitarnya melalui social entrepreneur. Sehingga, masyarakat desa dalam konteks ini juga diedukasi untuk tidak melulu menebang pohon sebagai mata pencaharian utama mereka dalam mencari nafkah. Mengingat, disamping juga banyak sumber HHBK lainnya di sekitar hutan yang dapat dimanfaatkan secara bijak dan lestari. Wah, menarik banget dong pastinya.

Nah, rupanya dalam agenda talkshow kali ini juga diramaikan dengan adanya Mini Exhibition yang pastinya juga terkait dengan produk-produk HHBK ini lho! Karena, produk-produk HHBK yang dipasarkan ini ternyata memiliki potensi yang cukup besar di skala internasional. Terlebih, masyarakat luar pun juga tertarik dan telah banyak mengapresiasi produk-produk hasil hutan yang berasal dari negara kita. So, biar enggak makin penasaran, yuk kita lihat!

Ini Dia, Sesi yang Paling Ditunggu-tunggu…

Ibu Myra Widiono dari Rumah Rakuji

Rumah Rakuji, ini dia spot yang paling bikin mupeng. Saat melihat-lihat berbagai jenis kain tenun yang dipajang dengan beragam corak warnanya yang menawan, ditambah pula dengan berbagai tas-tas anyaman eksotis lainnya yang otomatis langsung memikat hati sekaligus pandangan saya. Ajaib, mengingat perempuan gitu lho, pasti suka banget dengan segala hal yang berbau pernak-pernik, hihii. By the way, produk-produk yang dihasilkan oleh Rumah Rakuji ini seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami lho serta memberdayakan masyarakat lokal didalamnya sebagai pengrajin.

Hal ini pun diutarakan langsung oleh Ibu Myra Widiono selaku pihak yang memprakarsai berdirinya Rumah Rakuji ini. Menariknya lagi, beliau menuturkan bahwa warna-warna yang hadir dalam tiap balutan produk-produknya ini berasal dari pewarna alami lho, serta alat yang digunakannya pun masih terbilang sangat tradisional. Bagi Ibu Myra pribadi, beliau sengaja mempertahankan aspek kearifan lokal ini agar dari tiap sentuhan produk yang dihasilkan sangat kental dengan nilai-nilai budaya Indonesia. Wahh, saya pun jadi semakin tertarik dengan berbagai produknya dan dalam hati saya berharap semoga bisa memiliki salah satu produk yang dipasarkan tersebut secara cuma-cuma alias gratis, hihii.

Selain itu, ada juga produk-produk hasil hutan non kayu dan produk kreatif yang berasal dari limbah kayu lho! Dimana, produk kreatif limbah kayu ini dihasilkan dari program Corporate Social Responsibility (CSR). Wah, menarik banget nih kan, saya pribadi pun sangat kagum dan antusias dengan produk-produk yang dihasilkan ini. Benar-benar tidak menyangka bahwa hutan enggak hanya berfungsi secara ekologi, namun juga memiliki nilai ekonomi didalamnya. Namun, dengan catatan harus dikelola secara tepat, bijak dan lestari. Camkan ya gaes!

Berbagai jenis rempah-rempah dari JAVARA
Berbagai olahan produk limbah kayu dari Cipta Handycraft

Daaann, ini dia yang paling ditunggu-tunggu, yaitu makan-makan hihi. Namun, sebelum itu kami para bloggers dipersilahkan untuk menonton demo masak Ayam Bakar Madu yang dibawakan oleh Chef Nurman Fajri dari Almond Zucchini. Woww, ini sih bikin kita-kita para bloggers makin lapar dong, haha. Karena, beliau ini lihai banget dari cara memasaknya dan sampai-sampai mengundang aroma masakkan yang semakin membuat perut kami keroncongan, wkwkwkw (lepas kontrol). Dan, ini diaaaa… menu hidangan makan siang yang “katanya” berasal dari produk hutan lho! Dan, amazing, rasanya pun enaaak banget apalagi nasi kecombrangnya gaes, aseliii bikin nagih. Adapun, hidangan lainnya yaitu Ayam Bakar Madu (atas kanan), Ayam Lempah Kulat Pelawan (bawah kiri), dan Gindara Pepes Pohpohan (bawah kanan).

Selayang Pandang tentang Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia

Yayasan Doktor Sjahrir (YDS) merupakan organisasi nirlaba yang dibentuk untuk meneruskan warisan DR. Sjahrir (Alm) dan bergerak di bidang Pendidikan, Kesehatan dan Lingkungan. Dalam dua tahun terakhir, YDS telah melaksanakan serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas kepada pemuda dan masyarakat akan pentingnya aksi nyata menghadapi perubahan iklim global, dan khususnya pentingnya menjaga kelestarian hutan.

Adapun, Climate Reality Indonesia merupakan bagian dari The Climate Reality Project yang berbasis di Amerika Serikat dan dipimpin oleh Mantan Wakil Presiden Al Gore, memiliki lebih dari 300 relawan, yang disebut climate reality leader di Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang dan termasuk para pemimpin bisnis, profesional, pendidik, atlet, musisi, ilmuwan, aktor pelajar, dan pemuka agama. Organisasi nirlaba ini aktif melakukan sosialisasi perubahan iklim dan mendorong masyarakat untuk menjadi bagian dari solusi.

Penutup, Foto bersama dengan para narasumber dan teman-teman bloggers di akhir acara

Conclusion…

Sebagai masyarakat awam yang terdidik dan pernah mengecap ilmu kehutanan, saya pribadi sadar betul untuk terus mengupayakan eksistensi dan keberlangsungan hutan lestari itu sendiri. Bukan tanpa alasan, pasalnya hutan bukan lagi sebagai paru-paru dunia, namun lebih dari itu. Dari hutan pulalah, sumber material kehidupan tersedia. Berbagai fungsi didalamnya pun mampu menciptakan sekaligus menggerakkan sendi-sendi kehidupan secara kontinu. Maka, perlu kita pahami betul 3 fungsi hutan ini yakni secara ekologi, ekonomi dan sosial. Karena itulah peran dari berbagai pihak dan sektor sangat dibutuhkan dalam pengelolaannya, pasalnya kalau bukan kita siapa lagi? Maka, dengan mengupayakannya selalu, hal ini otomatis dapat mendukung terwujudnya hutan yang lestari dan semoga kelak anak cucu juga bisa ikut menikmati hamparan hijau pepohonan beserta udara segar yang dihasilkannya. Hopefully.