Bermalam di hotel tanpa jendela, oh NO! Adalah salah satu pengalaman unik yang pernah saya dan suami alami sewaktu melakukan perjalanan ke Singapura pada 2016 silam. Berawal dari ‘nikmatnya’ menginap di Changi Airport pada hari pertama, kemudian berakhir dengan kenyataan yang tak seiring dengan ekspektasi.
Maklum saja, kami adalah sejoli backpacker yang punya cita-cita untuk mengelilingi kawasan Asia Tenggara saat itu, tapi minim budget. Kendati, di satu sisi juga punya prioritas utama lainnya untuk bisa membeli rumah dengan rajin menabung kala itu.
Maka, memilih alternatif penginapan dengan rate termurah tapi bukan ngadi-ngadi adalah pilihan yang tepat. Saat itu, kami dihadapkan dengan dua pilihan yang cukup sulit, yakni menginap di hotel kelas 2 atau 3 yang cukup private untuk kami berdua as a newlywed. Atau, menginap di hostel backpacker yang jauh dari kesan private, alias berada dalam satu kamar dengan berbagai pelancong (sharing room) dan tidur di ranjang yang bentuknya susun bertingkat.
Akhirnya, Kami Memilih…
Setelah melalui perenungan yang cukup panjang, kami pun memilih untuk bermalam di hotel bintang 2 yang rate-nya bisa dibilang cukup terjangkau untuk level Singapura. Tapi kalau dikonversikan ke rupiah, jelas dengan harga segitu bisa banget staycation di hotel bintang 4/5 saat itu.
Namun, tak apalah, ibarat kata kami sedang berinvestasi untuk ilmu dan pengalaman baru. Karena, bagi kami berdua, travelling bukan hanya sekadar jalan-jalan, apalagi sampai menghambur-hamburkan uang. BIG NO! Justru, maknanya lebih dari itu, yakni tentang pendewasaan pola pikir dan kematangan mental saat memutuskan. Ahh, kangen travelling kan jadinya…
85 Beach Garden Hotel, Hotel Tanpa Jendela yang Bikin Flashback
Untuk poin ini, sebenarnya bukan masalah yang besar bagi kami. Sing penting bersih, amenities tersedia dan aksesnya mudah dijangkau. Namun, sebagai pelancong yang curious sekaligus excited kayak saya, tentu ingin sekali merasakan atmosfer yang berbeda dengan hanya mengamati sekitar jalan dari ketinggian melalui sebuah jendela ketika berada di negara orang. Makanya, ketika tahu dapat room kayak gini, jujur shocked banget. Dan, saking betenya sampai males dong buat sekadar foto, haha.
85 Beach Garden Hotel, adalah jenis hotel bintang 2 yang kami kunjungi waktu itu. Berlokasi di kawasan Bugis Street yang strategis dan mudah dijangkau oleh para pelancong dari segi transportasi, seperti MRT. Serta, sangat dekat dengan pusat keramaian Bugis Junction. Tepat rasanya menjadi pilihan kami berdua saat itu, disamping harganya yang juga masuk dengan budget kami untuk akomodasi hotel, bukan hostel lho ya.
Saya pribadi sempat menyayangkan, kenapa sih harus gak ada jendela??? Termasuk pula ventilasi yang keberadaannya tak tampak di pelupuk mata. Emang sih, enggak perlu khawatir karena ada AC di ruangan. Tapi, tetap aja kan bikin saya kecele. Dan, kalau ingat hal itu rasanya pengen ngakak sejadi-jadinya. Ditambah, ruang kamarnya terbilang kecil dan teramat minimalis, wkwkwk.
No prob sih, beda negara beda nilai pastinya. Sehingga wajar, kalau dengan harga sekitar Rp 700ribuan per malam di hotel ini tergolong worth it di negara Singapura. Yaiyalah, waktu 2016 lalu 1 dollar Singapura aja nilainya kalau di rupiah-kan berkisar Rp10ribuan. Fix, sampai sini cukup jelas lah ya.
Untuk urusan amenities, hotel ini bisa dibilang cukup lengkap dan letaknya berada di posisi yang aman. Dalam artian, bukan berada di kawasan red light district seperti wilayah Geylang. Ditambah, akses ke Masjid Raya Sultan dan Haji Lane pun jaraknya juga relatif dekat, yakni sekitar 450 meter. Lumayan banget kan ya, bisa sekalian cobain shalat berjamaah di Singapura, hehe. Selebihnya, untuk urusan colokan kabel, kamar mandi, TV kabel, Wifi, tempat tidur dan lain-lain bisa dibilang lumayan lah dan bersih (harus itu sih).
Menginap di Hotel Tanpa Jendela, Yay Or Nay?
Bagi saya pribadi, pastinya akan memilih kamar hotel dengan jendelanya yang memiliki view oke saat dipandang. Namun, jika kasusnya seperti ini, apa boleh buat? Dan, nyatanya di 85 Beach Garden Hotel ini juga mempunyai beberapa tipe kamar yang terdapat jendela kok. Dengan kata lain, enggak semua kamar tanpa jendela lho ya. Indeed, rate yang dipatok pun juga berbeda. Paling tidak, ada uang ada ‘wujudnya’ juga sih. Kurang lebih begitu. Pokoknya pesan saya, inget nih…
- Rajin baca review dari berbagai aplikasi booking online, baik yang di dalam maupun luar negeri
- Ketika sudah booking dan dirasa ada yang mengganjal, segera lakukan konfirmasi via online serta ajukan request khusus yang sepadan nilainya. Karena, kalau Anda minta macem-macem alias banyak maunya, kudu sadar diri untuk siapin dana charge
- Jangan sungkan untuk bertanya ya, dan jika Anda sudah biasa bermalam di hotel, saya yakin pasti Anda tahu trick and threat untuk melobi staf hotel. Lumayan kan, Bang Jago bisa dapat free upgrade, haha.
Terlepas dari adanya jendela atau tidak, hotel ini menurut saya cukup nyaman kok untuk disinggahi para pelancong, baik itu dari segi servis dan fasilitas yang ala kadarnya, haha. Namun sayang, setelah saya lakukan penelusuran lebih lanjut terkait keberadaan hotel ini sekarang, tampaknya sudah tidak beroperasi. Atau, bisa jadi mungkin diakuisisi oleh pihak lain yang ingin mengelola. Kemungkinan lainnya, bisa jadi join dengan Air BnB dan sejenisnya. Itu asumsi saya aja lho ya.
Akhir kata, semoga ulasan saya kali ini bermanfaat ya. SALAM WARAS!
Ludy