Si kecil mulai posesif? Duh, rasanya gemas banget ya moms. Membayangkannya saja udah bikin ribet, gimana kalau mengalaminya langsung? Hal inilah yang tengah saya rasakan beberapa tahun ini lantaran memiliki anak yang terbilang posesif. Kendati, saya sendiri juga agak riskan menyebut kata ‘POSESIF’ dalam kondisi ini, apalagi jika disematkan pada putri kecil shalihah kesayangan saya, Khadijah.
Namun, apa mau dikata. Kondisinya yang seringkali rewel dan merengek tanpa henti. Khususnya, ketika saya tengah bekerja dari rumah, cukup membuat saya terganggu. Saya akui, saya sendiri juga salah sih, gara-gara lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaan dibanding bermain dengannya. Ditambah, saat ini Khadijah juga sudah bisa protes pada hal apapun yang menurutnya enggak sreg ke ayah ibunya. Duh, nduk pinter bener ya kamu.
Kewalahan, jelas iya. Tapi sebagai ibu, saya pun juga udah capek sounding bla bla bla, belum lagi pake bumbu ngomelnya. Pengennya sih si kecil ngerti, tapi malah sebaliknya yang terjadi. Khadijah justru jadi kebal dan lebih agresif nempelin saya terus, gara-gara saya lebih banyak ngomelnya, ketimbang sabarnya saat menghapi dia. Mungkin pikirnya, dia itu lagi menggoda saya apa ya untuk bercanda terus lanjut main bareng. Ohhh, tentu saja tidak, Barbara!
Baca Juga: Saat Memilih Mainan Anak, Simak 6 Tips Ini!
Cari Tahu, Penyebab Si Kecil Bersikap Posesif!
Dari sejumlah buku dan literatur yang saya baca, rupanya penyebab si kecil jadi bertingkah posesif, salah satunya disebabkan lantaran si kecil belum bisa memahami dengan baik konsep kepemilikan, relasi dan identitas dirinya. Jadi, menurut para ahli dan psikolog anak, kondisi kayak gini memang relatif wajar dan normal kok.
Mengingat, anak balita pada rentang usia 2 – 4 tahun ini masih mengira bahwa apapun yang ada disekitarnya, baik itu berupa benda bahkan orang tua, adalah milik mereka sepenuhnya. Sehingga, dalam hal ini teman-teman sebayanya tidak boleh mengganggu apapun yang menjadi miliknya. Titik.
Hal inilah yang persis saya alami. Bedanya, dia lebih posesif sama saya soal kerjaan dibanding yang lainnya. Sebagai contoh, bagi Khadijah mungkin enggak akan jadi masalah kalau saya gendong-gendong manja anak orang atau saudara. Tapi, dia akan jauh lebih marah dan posesif kalau saya mulai colek-colek laptop. Beuh, dibikin gelayutan terus sampai enggak bisa ngetik emaknya nih, hiks.
Belum lagi kalau mau tidur di malam hari, padahal saya udah ready pake banget mau begadang kelarin deadline. Namun, lagi-lagi kecolongan gaes, berakhir dengan lanjut ngelonin Khadijah di kasur. Well, sebegitunya dia loh enggak rela lihat saya kerja. Kendati, sudah saya siapkan berbagai macam ‘sajen’ yang memikat hatinya ditambah janji-janji manis yang terdengar menggiurkan. Ealah, tetap aja gaes ENGGAK NGARUH, kzl deh.
Baca Juga: Teguran Satu Menit, Strategi Jitu dalam Mendidik Anak
Siasati dengan Cara Berikut Ini!
Bersabar, adalah kunci utama yang wajib dipegang teguh dalam hal pengasuhan anak. Khususnya, pada kondisi ini. Saya akui, saya pribadi pun termasuk orang yang enggak sabaran, tapi punya cita-cita enggak pengen gampang marah sama anak. Mungkinkah dominansi watak saya ini menurun secara genetik dari orang tua saya? Sepertinya, IYA.
Lanjut, saya pribadi sudah mencoba berbagai cara, mulai dari yang soft kayak sounding lemah lembut sampai pake jurus ngomel yang berujung ngambek-ngambekan. Tapi, tetap aja ya enggak terlalu efektif, wkwkwk. Tapi, ya tetap kembali, jangan dipaksakan. Lebih tepatnya, saya cenderung memisahkan diri sementara dari Khadijah saat dia lagi rewel. Karena, kalau saya terus menerus ladenin, bisa-bisa saya yang jauh lebih esmosi dan garang. Please, enggak enak banget lho nyesel di akhir abis marahin si kecil, huahuahuaa.
Setelah agak anteng, saya mulai mendekatinya untuk berbicara dari hati ke hati. Mendengar apa yang kira-kira diinginkannya, meski saya sudah tahu banget apa yang dia inginkan. Ya begitu, Khadijah ingin saya selalu menemaninya bermain. Alhasil, mau enggak mau saya harus mengalah sementara waktu hingga waktu yang ditentukan. Karena, sebagai ibu untuk usianya saat ini saya adalah dunianya, maka sudah seyogyanya saya untuk menyertainya selalu.
Barulah, sambil membersamainya saya ajarkan dia tentang konsep berbagi dan kepemilikan serta contohnya. Meski harus memakan waktu cukup lama untuk memahamkannya dan merelakan waktu tidur untuk menyelesaikan pekerjaan saya pastinya, wkwkwk. Namun, tak apa, pasalnya proses pembelajaran attitude macam gini, harus dimulai sejak dini, bukan? Toh, judulnya jadi seimbang, yakni ibu dan anak sedang sama-sama berjuang untuk kehidupan yang lebih baik, eakkk.
Satu lagi, ajarkan juga si kecil untuk bersosialisasi. Tujuan utamanya, tidak hanya agar si kecil lebih membaur namun juga untuk mempraktikan langsung tentang konsep berbagi ini. Misalnya, sebelum Khadijah bermain dengan temannya, terkadang saya suka titipkan beberapa camilan untuk dia bagikan pada temannya yang lain. Simpel sih, tapi meaningful banget pastinya, karena melalui contoh tindakan ini jiwa empati si kecil pun mulai tumbuh.
Serta, ajarkan juga si kecil untuk meminta izin saat ingin meminjam mainan atau bertukar barang. Karena, dengan ini dapat mengurangi sikap posesif pada si kecil sekaligus menyadarkannya bahwa enggak boleh sembarangan merebut sesuatu yang asalnya bukan milik kita. Kurang lebih, seperti itu sih.
Sing penting, mesti pelan-pelan saat mengajarkannya ya moms. Walaupun, ujung-ujungnya malah jadi gemas sendiri enggak apa-apa kok, kan ibunya juga lagi berjuang untuk sabar dan enggak emosian, wkwkwk.
Gimana nih moms, punya kasus serupa seperti saya? Yuk, sharing disini! Semoga bermanfaat yaaa, SALAM WARAS!
Ludy