Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan, dimana tidak ada batasan waktu untuk melakukannya. Dzikir merupakan obat mujarab yang sangat ampuh menyembuhkan hati-hati yang sakit dan lemah, sehingga dengan melafadzkannya, Allah hadirkan ketenangan dan ketenteraman bagi hambaNya. Imam Nawawi menyatakan, sejatinya, dzikir yang afdhal ialah yang dilakukan secara bersamaan di hati dan lisan, oleh karena itu dzikir bukan hanya disebut sebagai ibadah lisaniah saja melainkan qolbiah. Selain itu, dalam berdizikir terdapat suatu upaya untuk menghadirkan hati agar selalu sibuk dan bersungguh-sungguh mengingatNya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Nawawi:
المُرَادُ مِنَ الذِّكْرِ حُضُوْرُ الْقَلْبِ ، فَيَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ هُوَ مَقْصُوْدُ الذَّاِكرِ فَيَحْرُصُ عَلَى تَحْصِيْلِهِ ، وَيَتَدَبَّرَ مَا يَذْكُرُهُ ، وَيَتَعَقَّلَ مَعْنَاهُ..
“Yang dimaksud dengan dzikir adalah menghadirkan hati. Seyogyanya hal ini menjadi tujuan dzikir, hingga seseorang berusaha merealisasikannya dengan mentadaburi apa yang didzikirkan dan memahami makna yang dikandungnya..”
Sahabat, salah satu syafa’at yang Allah berikan bagi hati-hati yang berdzikir adalah cahaya, yang berupa ketenangan dan ketenteraman hati dalam hidup. Syafa’at yang Allah hadirkan ini sebagaimana disampaikan oleh Aa Gym dalam Kajian Tafsir Kitab Al Hikam, terdapat dalam Pasal 65, yang berbunyi:
٭ الاَنْواَرُ مطَايَا القُلوُبِ والاَسرَارِ ٭
“Nur (cahaya) iman dan nur keyakinan itu sebagai kendaraan yang mengantarkan hati manusia dan asror (rahasia) ke hadirat Alloh.”
Nur Ilahiyyah yang Allah berikan kepada hambaNya merupakan syafa’at yang diperoleh dari dzikir-dzikir yang kita lafadzkan di setiap waktu. Oleh karenanya, cahaya ini menjadi suatu kendaraan hati dan risalah yang tujuannya untuk menghadirkan hati dan mendekatkan diri hanya kepada Allah. Lantas, seperti apa kondisi hati yang dipenuhi dengan dzikir dan dekat dengan Allah? Aa Gym menjawab, kondisi hati yang senantiasa dipenuhi dzikir dan dekat dengan Allah tampak dari kuatnya keyakinan dan dzikir kita kepada Allah, yang mampu menghantarkan amal-amal ibadah yang kita lakukan menjadi begitu dekat denganNya. Pasalnya, ada yang disibukkan dengan amal lahiriah, tapi hatinya kurang yakin kepada Allah, sehingga ibadah yang dilakukan hanya bernilai sebagai amalan lahiriah saja.
Secara maknawi, dalam setiap dzikir yang kita lantunkan hendaknya kita meyakini dengan baik bahwasanya, segala hal yang terjadi atas diri ini semata-mata terjadi atas kehendak Allah. Lalu, menyadari bahwa sesungguhnya kehendakNya tersebut bertujuan untuk memberikan hikmah dan pelajaran bagi hamba-hambaNya. Sebagaimana dalam firmanNya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ الَّهِ ۗوَمَنْ يُؤْمِنْ بِالَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚوَالَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun: 11)
Semoga Allah senantiasa menjaga dan memelihara dzikir-dzikir kita. Aamiin. Wallahu A’lam bish showaab. (ann/elnury)