Site icon Catatan Ludy

I'm Not Perfect (Mom): Inkonsistensi yang Berujung pada #Modyarhood

Menjalani peran sebagai ibu rumah tangga setiap harinya, mulai dari bangun tidur hingga akhirnya tidur lagi rupanya membutuhkan prinsip dan manajemen waktu yang baik bagi para ibu khususnya. Tanpa terkecuali, termasuk pula untuk saya. Dan, hal inilah yang tengah saya terapkan pada si kecil sejak dini untuk dapat belajar mengenal dan mendisiplinkan diri tiap waktu.

Meski, usianya belum genap dua tahun, namun tekad emak dalam menciptakan role model pengasuhan yang efektif ternyata tidak selamanya berjalan mulus. Melainkan, muncul rasa #Modyarhood yang acapkali hadir sewaktu-waktu. Maklum lah yaaa, namanya juga emak-emak newbie jadi segala prosesnya masih dinilai awam dan baru belajar ‘banget’ hehee (disclaimer dulu lah yaaa).

Nah, berkaitan dengan inkonsistensi ini saya pun sebagai emak sering banget merasa ‘bersalah’, khususnya dalam hal mendisiplinkan si kecil. Entah itu, karena kecolongan yang tidak disengaja, lupa, bahkan mendadak mager yang akhirnya berkelanjutan. Sedih sih pastinya, tapi apa mau di kata. Disamping, segala upaya telah dikerahkan, namun rupanya butuh konsistensi yang kuat dalam menjalaninya. Terlebih, dalam beberapa hal yang sifatnya prinsip dan krusial.

Dan, untuk mengupayakan hal itu bisa terlaksana setiap waktu maka tidak dapat dijalankan hanya dengan seorang diri saja. Tetapi, juga butuh kerja sama dari anggota keluarga lainnya, seperti suami. Lantas, inkonsistensi dalam hal apa saja sih yang seringkali membuat emak jadi #Modyarhood? Khususnya, dalam mendisiplinkan si kecil. Berikut uraiannya.

Pictured by pexels.com

Komitmen ‘STOP TV’ yang Berujung Nonton TV Berjamaah
Wagelaseh, ini nih yang sudah lama diprogramkan selama sebulan bisa hidup tanpa nonton televisi di rumah. Eh dilalah, karena ada banyak anggota keluarga yang sedang berkunjung dan menginap di rumah, alhasil komitmen inipun FAILED dong! Udah mana, sebelumnya pake acara sok tegas gitu sama si kecil sambil sounding tidak boleh nonton TV di rumah karena blablabla. Akhirnya, karena satu dan lain hal eike jadi kebablasan dong Mak! Syediiih, hiks.

Latah Jajan ‘Micin’ Lantaran Enggak Tega
Ini dia nih, yang bikin emak suka enggak tega pas lihat ratapan si kecil yang tengah mupeng sama jajanan emaknya. Meski, pas awal-awal bisa strong gitu nahan tega untuk tidak memberikan jajanan unfaedah ini pada si kecil, namun akhirnya bablas (again). Sedikit sih, asal doi nyicipin aja gitu biar enggak penasaran gimana rasanya (ngeles aja lu Mak!), hehe. Tapi, tetap aja aslinya enggak boleh. Duh, kudu gimana aku tuuuh, enggak bisa tega sama si kecil, hiks.

Membiasakan Diri untuk Membacakan Buku Si Kecil, Tapi…
Emaknya Mager-an, itu dia jawabannya. Jujurly, saya itu tipe orang yang cukup perfeksionis soal kebersihan rumah. Nah, karena tenaganya sudah banyak terkuras lebih dulu untuk mengurus rumah (maklum tanpa ART). Alhasil, si kecil pun bermain sendiri dengan busy book (sing penting judulnya tetap buku, hehe), lego, masak-masakan, dan mainan lainnya. Dan, makin kesini pun saya tengah berusaha untuk sedikit ‘masa bodo’ soal kebersihan rumah. Mengingat, tumbuh kembang si kecil saat ini di masa golden age-nya yang membutuhkan banyak perhatian dari kedua orang tuanya. Awalnya dilema sih, tapi mamak bisa kok tetap membacakan buku untuk si kecil. Tapi, sebelum tidur doang sih akhir-akhir ini hehe.

Aktivitas Mandi Pagi yang Terlewatkan
Maksud hati, saya memang ingin membiasakan si kecil sejak dini untuk rajin bangun pagi, ikut ibadah shalat bersama lalu mandi pagi tepat waktu. Adapun, hal ini tujuannya untuk membiasakan si kecil agar ketika nanti saat memasuki usia sekolah dia enggak shock. Lalu, jerit-jerit enggak jelas karena belum paham untuk apa bangun pagi beserta urgensinya. Meski terlalu dini, tapi seperti inilah cara saya untuk mendisiplinkan si kecil. Namun, miris sodara-sodara. Kenyataannya, justru jauh berbeda dengan apa yang menjadi harapan saya. Si kecil tampaknya ‘belum siap’ dengan rutinitas itu. Alhasil, si mamak yang enggak tegaan inipun mau enggak mau mengalah, sembari memberi jeda waktu “mungkin nanti lah ya, beberapa bulan lagi.” Gitu aja terus, hahaha.

Konsistensi vs Inkonsistensi

Pictured by pexels.com/tookapic

Tiap keluarga pastinya memiliki aturan, prinsip dan pandangan sendiri khususnya dalam model pengasuhan anak. Dan, bilamana hal itu ingin terwujud maka dibutuhkan adanya konsistensi yang nyata. Meski, pada kenyataan pahit, sulit dan terseret-seret saat dijalankan. Setidaknya, dalam menerapkan model pengasuhan tersebut, menurut versi saya sebaiknya mengacu pada standar kapasitas masing-masing. Meski berat, namun seutuhnya tidak memberatkan pelakunya. Sehingga aturan ini pun dapat dijalankan dengan ‘normal’ dan semestinya.

Maka dari itu, enggak ada tuh yang namanya inkonsistensi. Pasalnya, dari awal kita sudah ‘sadar diri’ atas kapasitas dan manfaat yang akan kita dapatkan jika kita menjalankan aturan tersebut dengan baik. Kasarnya sih, lu kudu realistis memandang segalanya berdasarkan takaran lu, bukan takaran orang lain. Dengan begitu, konsistensi inipun bisa kok diwujudkan, asal ‘benar’ caranya. Maafkan, emak lagi sotoy nih.

Finally, apapun itu kebiasaannya, saya yakin tiap ibu pasti ingin melakukan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Terlepas dari kekhilafan dan kebablasan para ibu yang kadang-kadang bahkan sering seperti saya yang kemudian berujung pada #Modyarhood. Namun, demikianlah ibu. Cintanya tak akan pernah luput dan habis begitu saja, khususnya untuk anak-anak mereka. Meski, saat eksekusinya lebih banyak enggak teganya, namun seperti itulah cinta. Dimana, lama-kelamaan bakal tega juga akhirnya, hihii. Semoga bermanfaat ya gaes, Salam Waras!