Menikah pada hakikatnya merupakan proses bertemunya dua hati dalam kesamaan aqidah, prinsip hidup, visi-misi, serta ketertarikan terhadap sejumlah hal. Sejatinya, makna dari menikah tersebut ialah sebuah anjuran dari baginda nabi untuk menggenapkan separuh dien dalam Islam agar nilai ibadah yang diperoleh menjadi lebih sempurna, yang disertai pula dengan tersalurkannya hasrat dalam jalur yang tepat lagi halal.
Setiap orang pastinya mendambakan pasangan hidup yang saleh dan kehidupan rumah tangga yang barakah, dimana didalamnya terdapat rasa sakinah, mawaddah wa rahmah. Namun, pernahkah kita berfikir, untuk mendapatkan hal tersebut ada hal penting yang harus kita perhatikan? Ya, tentunya ada konsekuensi yang harus dilakukan guna mewujudkan semua mimpi tersebut agar menjadi nyata.
Menjemput barakah dengan sebaik-baiknya cara, mengapa demikian?
Barakah menurut Ibnul Qayim adalah, semakin dekatnya kita pada Rabb, semakin akrabnya kita dengan Allah. Sedangkan, secara umum barakah memiliki makna, yakni bertambahnya kebaikan dalam setiap kejadian yang kita alami dari waktu ke waktu. Sehingga, kita dapat menyimpulkan bahwa hidup yang barakah adalah sebuah keajaiban, yaitu keajaiban yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman.
Lantas, siapakah orang-orang yang beriman tersebut?
Mereka orang-orang yang beriman, ialah mereka yang meyakini dengan hati, membenarkan dengan lisan, dan mengamalkannya dalam perbuatan. Semua itu ia lakukan hanya untuk Allah Tuhan Semesta Alam. Dalam hati mereka, tidak ada lagi keraguan, ketakutan, bahkan rasa galau sedikitpun. Karena ia yakin, bahwa segala ikhtiar dan doa yang dipanjatkannya tidak ada yang bernilai sia-sia. Dan, selalu yakin dalam setiap hal yang dilakukannya dengan cara yang baik semata-mata untuk mendapatkan barakah dan ridho Allah. Terlebih, dalam hal ikhtiar mencari jodoh.
Adapun, menurut Ustad Salim A. Fillah, kunci barakah itu terletak pada keimanan dan ketakwaan. Dimana, dari keimanan itulah yang menguatkan kita untuk terus beramal saleh berdasarkan yang telah dituntunkan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Dan melalui ketakwaanlah yang menjaga dan mengingatkan kita dengan rasa malu atas adanya pengawasan Allah selama hidup kita.
Referensi:
Buku ‘Tazkiyatun Nafs’ karya Dr. Ahmad Farid. Taqiya Publishing, Solo: 2015.
Mampir ah.
Monggo, terima kasih sudah mampir 😄