Ramadhan Oh Ramadhan…
Entah, mengapa saya selalu merindukan bulan yang dijuluki dengan sebutan syahrul rahmah ini. Bahkan, rindu ini pun nyatanya semakin membuncah, manakala saya menuliskan catatan ini. Seakan, Ramadhan selalu memberikan arti berbeda yang begitu dalam dan hangat di hati saya.
Nyatanya, bulan itu selalu saja berhasil menarik saya pada kenangan di masa lalu, tepat ketika usia saya masih begitu kecil atau mungkin dapat dihitung oleh bilangan jari. Namun, bukan itu yang ingin saya ungkapkan. Melainkan, atmosfir yang dibawa oleh bulan ramadhan ini yang begitu kental dan kuat memengaruhi tiap perindunya manakala dia datang.
Kehadirannya pun selalu menjadi alarm, untuk terus berusaha dan berlomba-lomba mengerjakan amalan terbaik di sisiNya. Ahh, romantis betul rasanya bulan ramadhan ini, karena di bulan itu pula berbagai doa dan harap terasa begitu dekat untuk diijabah olehNya. Sekali lagi, aku rindu padanya.
Tiap tahun di penghujung ramadhan, saya selalu diingatkan untuk banyak-banyak memanjatkan doa setelah tarawih agar bisa dipertemukan kembali pada ramadhan berikutnya. Saat itu pula, seketika air mata pun jatuh di ujung pelupuk mata, seakan membasahi perihnya hati manakala kesempatan untuk bertemu tidak lagi diberikan olehNya. Maka dari itu, keinginan terbesar saya di tiap bulan Ramadhan dari tahun ke tahun ialah berharap agar Allah ridho mempertemukan saya kembali dengan bulan ramadhan. Bukan karena rasa ujub, melainkan hati ini sudah kadung jatuh hati pada bulan penuh ampunan ini.
Kendati demikian, tepatnya pada dua tahun terakhir ini saya mengalami ‘kemunduran’ yang cukup berarti saat melalui 2x bulan ramadhan. Pertama, pada 2017 lalu, saya dalam kondisi hamil besar dan mirisnya mengalami hyperemesis gravidarum hingga usia kandungan mencapai 9 bulan. Belum lagi, merasakan nikmatnya heartburn pada ulu hati yang membuat saya semakin ‘mabok darat’ tiap harinya. Di satu sisi, saya akui, saya pribadi memang orangnya ‘LEMAH’ banget kalau ngerasain yang namanya sakit. Sehingga, saya seringkali meminta untuk ‘dimaklumi’ bila tengah dalam kondisi sakit.
Tidak hanya sampai disitu saja, 2 minggu sebelum lebaran saya pun mulai merasakan adanya gelombang cinta yang dihadirkan oleh si kecil. Dimana, sebagai tanda, bahwa ia sudah tidak sabar lagi untuk mencicipi pahit getirnya hidup di dunia. Alhasil, jadilah saya sejadi-jadinya ‘absen’ puasa ramadhan kala itu selama 30 hari. Dalam hati mikir keras, bagaimana ini buat mencicilnya? Secara saya orangnya laparan banget kalau untuk urusan perut (ngeles), hiks.
Next, berikutnya di tahun 2018, merupakan tahun dimana saya tengah menikmati indahnya menyusui si kecil. Otomatis, alibi menyusui ini seringkali saya gunakan untuk ‘menggagalkan’ puasa kala itu dengan lagi-lagi alasannya ‘LEMAH’. Well, enggak boleh bohong dong pastinya, hehe. Maka dari itu, dengan hati terbuka saya mengakui hal itu. Terlebih, saya memang mengidap penyakit maag kronis sejak dulu. Otomatis, bolong puasa saya pada 2018 lalu adalah sebanyak 9 hari (include menstruasi periode pastinya). Maka, jika ditotalkan seluruhnya hutang puasa saya sejak 2017 lalu menjadi 39 hari, gaes. Gimana cobaakk mamak gak sampe mikir keras? Toh, solusinya ya tinggal balas aja hutang puasanya, bukan? Pastinya.
Oleh sebab ‘kemunduran’ yang saya alami itulah, maka saya harus sadar untuk bisa kembali memaksimalkan diri di Ramadhan tahun ini. Mengingat, kini saya sudah memiliki seorang anak, dan pastinya hal tersebut akan jauh berbeda kondisinya bila saya masih menjomlo (ehh). Nah, kira-kira resolusi apa saja sih yang akan (Insya Allah) saya ikhtiarkan dalam ramadhan tahun ini? Berikut ulasannya.
Latihan puasa sambil ‘mencicil hutang’. Ini dia planning yang harus disegerakan, yaitu bayar hutang puasa. Hitung-hitung latihan puasa sebelum memasuki waktu yang ‘seharusnya’ untuk berpuasa. Apalagi, saat ini kondisi Khadijah sedang dalam persiapan untuk disapih. Bismillah, alasan ‘LEMAH’ Insya Allah mulai enggak berlaku lagi tahun ini, hihii.
Memaksimalkan usaha untuk bisa khatam al qur’an. Qodarullah, ramadhan 2 tahun terakhir ini saya tidak sempat mengkhatamkan bacaan qur’an. Alasan kuatnya sih lantaran repot, namun dibalik itu memang dasarnya saya aja yang belum bisa memanage waktu dengan baik. Sehingga, waktu untuk mengkhatamkan al qur’an pun rasanya terasa kurang, syedih gaes! Bismillah, tahun ini bisalah khatam al qur’an minimal satu kali, joss.
Shalat tarawih berjamaah di masjid. By the way, 2 tahun kemarin emang ‘krisis’ banget buat mengejar peluang pahala di bulan ramadhan. Ada aja syaithonnya yang bikin mager. Terlebih, tahun kemarin saya lebih sering ngerjain shalat tarawih di rumah, dan mirisnya lagi enggak rutin juga tiap malam. Lantaran, ketiduran sambil nenain si kecil dan bablas sampe sahur. Hiks, sedih banget guheee saat itu.
Berusaha mengoptimalkan amalan ibadah lainnya. Mau itu ibadah sunnah ataupun wajib, jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh di bulan ramadhan, maka Allah akan melipatgandakan tiap amalannya. Dan, itulah motivasi terbesar saya untuk ramadhan tahun ini. Karena, tidak ada satupun makhluk yang tahu mengenai ajal. Lantas, akankah kita dipertemukan kembali di ramadhan berikutnya? Hiks.
Yups, segitu aja sih resolusi saya untuk ramadhan kali ini. Disamping, emang enggak pengen muluk-muluk juga soal target, apalagi sekarang udah ada si kecil. Jadi, kira-kira realistis aja lah yang sebisa mungkin dikerjakan hehe. Tentunya, hal ini enggak lepas dari persiapan teknis lainnya yang mencakup food preparation buat buka dan sahur, mengatur budget belanja yang pastinya bakal banyak ‘bocor’, dan masih banyak lagi. Anyway, semoga bermanfaat ya gaes, have a nice day. Salam waras!