Akhir Desember 2019 lalu, Presiden Joko Widodo akhirnya meresmikan penerapan Biodiesel 30 persen (B30) di salah satu Pos SPBU di Jakarta. Dalam pertemuan yang diwartakan oleh Kompos.com tersebut, presiden meminta PT Pertamina agar secepatnya mengembangkan BBM sejenis dengan kandungan solar dan nabati.
Alasannya sih, jika produksi Biodiesel ini ditingkatkan maka dapat meminimalisir defisit neraca perdagangan Indonesia. Diketahui, B30 ini sendiri merupakan campuran bahan bakar solar dengan 30 persen Fatty, Acit, Metil, Eter (FAME) dibuat dari minyak sawit yang diperoleh dari kelapa sawit. WHATTT??? KELAPA SAWIIIITT?! (Okay, please, kalem dulu, Lud!)
Disamping itu, alasan lainnya adalah Biofuel dari kelapa sawit ini dinilai bisa membuat emisi kendaraan jadi lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kondisi ini pun makin diperkuat dengan keberadaan kelapa sawit yang jumlahnya melimpah di Indonesia. Otomatis, menjadikan sawit sebagai bahan utama dalam pembuatan Biofuel dirasa tepat oleh pemerintah guna meningkatkan nilai ekonomi pada industri sawit itu sendiri.
Nah, dari tadi ngomongin soal Biofuel, kira-kira apa sih Biofuel itu? Beruntung, alhamdulillah pada Jumat (12/11/2021) kemarin, lagi dan lagi saya berkesempatan untuk berdiskusi dan ngobrol panjang lebar bareng teman-teman Eco Blogger Squad dan narasumber pilihan. Dan, narasumber kali ini ialah Kukuh Sembodho selaku Program Assistant Biofuel Yayasan Madani Berkelanjutan dan Ricky Amukti selaku Engagement Manager Traction Energy Asia.
Jujur aja nih, bicara soal Biofuel, rupanya cukup membuat kepala saya nyeri dengan berbagai istilah teknis didalamnya. Belum lagi, mekanisme produksinya dari hulu ke hilir yang asli super ribet. Beneran deh, enggak bohong! Untuk tahu lebih dalam, cuss lanjut!
Yuk, Kenalan dengan Biofuel!
Biofuel atau bahan bakar nabati menurut Peraturan Menteri ESDM Tahun 2013 adalah bahan bakar yang berasal dari bahan-bahan nabati atau dihasilkan dari bahan-bahan organik lain, yang ditataniagakan sebagai bahan bakar lain. Biofuel ini sendiri dibagi lagi menjadi tiga jenis, yakni Bioetanol, Biodiesel, dan Biogas.
Nah, dari tiga jenis Biofuel ini, di Indonesia bahan bakar nabatinya lebih banyak dibuat dari minyak sawit mentah. Dimana, tujuan utamanya ialah untuk mengoptimalkan sumber bahan baku kelapa sawit yang melimpah untuk kemudian diolah menjadi produk turunan ataupun komoditas lain yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi.
Perlu diingat, selama ini kelapa sawit dinilai murah untuk dikembangkan dan bisa menghasilkan minyak lima sampai delapan kali lebih banyak per hektare dibanding jenis tanaman minyak lainnya seperti lobak, kedelai, dan bunga matahari. Ditambah, produk turunannya pun dapat dengan mudah kita temukan dalam segala bentuk, mulai dari kosmetik, deterjen, bahan bakar, hingga makanan olahan.
Terlepas dari itu, pada implementasinya sendiri banyak aktivis lingkungan menilai bahwa ekspansi lahan sawit yang makin meluas menjadi penyebab utama kerusakan hutan hujan tropis. Saya pribadi sangat sependapat dengan hal ini.
Ditambah, pembukaan lahan untuk budidaya sawit ini juga berkontribusi pada kabut asap akibat kebakaran hutan yang menimbulkan pencemaran udara dan meningkatkan pemanasan global melalui emisi gas rumah kaca (GRK). Belum lagi, hilangnya keanekaragaman hayati yang memiliki habitat asli di hutan tersebut.
Jadi, apakah pengembangan Biofuel dari kelapa sawit ini benar-benar sustainable terhadap lingkungan? Selengkapnya, yuk lanjut!
Mempertanyakan Aspek Sustainability dalam Pengembangan Biofuel dari Kelapa Sawit
Setelah menyimak diskusi saat gathering EBS kemarin, saya pun membuat sedikit kesimpulan dari dua materi yang dibahas oleh para narasumber. Sebenarnya, pembahasan mengenai Biofuel berbasis kelapa sawit ini bisa dibilang sangat menarik, baik dari segi ekonomi, sosial serta dampaknya terhadap lingkungan.
Dan, saya pribadi menilai kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan tanaman sawit ini, karena yang pantas disalahkan ialah oknum terkait yang melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap tanaman sawit, tanpa memikirkan dampak buruk yang diakibatkan secara jangka panjang.
Idealnya, pengembangan Biofuel berbasis kelapa sawit ini dapat dilakukan secara sustainable dengan catatan khusus didalamnya dan dapat diukur. Mulai dari diperkuatnya Moratorium Sawit sebagai landasan percepatan perbaikan tata kelola sawit di Indonesia, sehingga penting untuk diperpanjang. Pasalnya, Moratorium Sawit ini merupakan salah satu agenda penting yang sudah disiapkan oleh pemerintah dalam menanggapi berbagai isu keberlanjutan di sektor perkebunan sawit.
Disamping itu, perlu adanya gerakan sosial yang memperkuat kapasitas petani mandiri kelapa sawit untuk sertifikasi berkelanjutan. Karena, konsep sustainability ini salah satunya penting dibangun melalui kesadaran masyarakat lokal yang berkecimpung langsung dengan produksi kelapa sawit. Semata-mata demi menciptakan petani kelapa sawit yang mandiri, sistematis, dan berkelanjutan guna meminimalisir perubahan iklim di masa mendatang.
Jadi, jika ditanya apakah bisa dalam pengembangan Biofuel berbasis kelapa sawit ini menerapkan konsep sustainability? Menurut hemat saya sepertinya BISA kok, asal dalam pelaksanaan kebijakan Biofuel ini sejalan dengan komitmen iklim Indonesia serta mengadakan sertifikasi berkelanjutan bagi tiap pemasok kelapa sawit.
Minyak Jelantah Diolah Menjadi Biofuel, Kenapa Enggak?
Sebagai ibu rumah tangga yang doyan makanan olahan deep fried, akhir-akhir ini jadi merasa dilema. Yup, dilema gara-gara jelang akhir tahun ini harga minyak goreng meroket drastis nyaris menyentuh kisaran Rp40.000 per 2 liter, dan bikin dompet jadi kembang-kempis. Belum lagi, suka bingung dong mau buang kemana sisa minyak goreng yang wujudnya pun sudah berubah warna menjadi hitam pekat dan tak layak guna ini.
Diketahui, konsumsi minyak goreng sawit dan minyak jelantah yang dihasilkan di Indonesia terdapat kurang dari 18,5 persen sisa konsumsi minyak goreng sebagai bahan baku minyak jelantah. Secara spesifik, angka ini merujuk data dari Traction Energy Asia tahun 2019, yakni sebanyak 3 juta kilo liter minyak jelantah dikumpulkan di Indonesia. Dimana, didalamnya sebanyak 1.6 juta kilo liter minyak jelantah berasal dari rumah tangga perkotaan besar.
Namun sayang, dari total 3 juta KL minyak jelantah ini, hanya kurang dari 570 ribu KL yang digunakan sebagai Biodiesel ataupun kebutuhan lainnya. Lalu, sisanya sebagian besar dimanfaatkan untuk minyak goreng daur ulang dan ekspor.
Dilansir dari Website Dirjen Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (EBTKE), siklus pengolahan minyak jelantah menjadi BBN berupa Biodiesel dimulai dengan proses pemurnian kemudian disaring, lalu dicampur dengan arang aktif, baru kemudian dinetralkan. Setelah itu dilakukan transferivikasi hingga menghasilkan Biodiesel kasar dan dimurnikan kembali guna menghasilkan Biodiesel. Diketahui, proses ini menerapkan prinsip zero process.
Kendati demikian, dalam pemanfaatan minyak jelantah sebagai Biodiesel ini tetap memiliki tantangan tersendiri dalam prosesnya, yakni minyak jelantah mengandung asam lemak bebas dengan nilai konsentrasi yang cukup tinggi, sehingga untuk memprosesnya dibutuhkan katalis asam homogen dan diperlukan pengembangan teknologi yang terjangkau dan efisien.
Selain itu, dibutuhkan juga pemetaan potensi bahan baku dan mekanisme pengumpulan minyak jelantah, mulai dari rumah tangga, restoran, dan hotel. Serta, penentuan zona pengembangan program agar sebaran lokasi meluas dan dapat menjangkau seluruh wilayah.
Conclusion
Sebagai warga negara yang baik, tentu saya mempunyai harapan khusus pada pemerintah agar fokus mewujudkan komitmen iklim guna meminimalisir perubahan iklim semaksimal mungkin. Salah satunya dengan cara penggunaan campuran BBN pada bahan bakar kendaraan. Terlebih, tujuan untuk bisa NZE ini diharapkan dapat tercapai secepatnya di bumi kita, khususnya Indonesia. Aamiin, semoga!
Finally, semoga catatan saya kali ini bermanfaat ya untuk teman-teman semua. Save our planet and Have a good day. SALAM WARAS!
Sumber:
- Bahan Materi Eco Blogger Squad by Yayasan Madani Berkelanjutan & Traction Energy Asia
- https://ebtke.esdm.go.id/post/2021/03/09/2824/ peluang.dan.tantangan.pemanfaatan.biodiesel.berbasis.minyak.jelantah.
- https://www.kompas.com/global/read/2020/10/19/121952270/inspirasi-energi-benarkah-biodiesel-ramah-lingkungan?page=all
Ludy