Site icon Catatan Ludy

Sudahkah Kita Menjadi Ibu yang Bahagia?

Tiap ibu memiliki makna atau definisi masing-masing dalam memandang seperti apa bahagia yang sesungguhnya. Dan, tentu dalam tiap prosesnya akan selalu dibenturkan oleh beragam pilihan, termasuk pula hadirnya tantangan dan konsekuensi yang mesti dihadapi.

Perasaan lelah dan jenuh, baik secara fisik, hati dan pikiran juga tak luput dirasakan oleh para ibu. Semua telah dikerahkan semaksimal mungkin. Melakukan yang terbaik demi orang-orang terkasih. Karena, bahagia punya maknanya sendiri bagi tiap-tiap jiwa.

Ada yang meletakkan makna bahagia dalam segelas boba, banyaknya materi dalam limpahan barang-barang branded, dan ada pula yang meletakkan makna bahagia dalam arti yang sesungguhnya melalui ibadah fisik dan hati berupa dzikrullah.

Dan, nyatanya makna bahagia itu sendiri dimiliki oleh tiap individu dengan standar yang berbeda-beda pula. Sehingga, tepat rasanya jika kita mengumpamakan “Jangan Mengukur Sepatu Orang Lain di Kaki Kita”. Karena sejatinya, bahagia punya standar dan definisinya masing-masing bagi setiap orang.

Baca Juga:

Makna Bahagia Versi Saya?

Bagi saya pribadi, bahagia adalah ketika saya dapat meletakan porsi antara hak dan kewajiban saya sebagai anak, istri sekaligus ibu dalam bingkai yang tepat. Tidak lebih ataupun kurang, sebisa mungkin berjalan secara balance. Kendati, sering muncul konflik tak terduga namun masih dalam batas wajar dan dapat diselesaikan.

Saya bersama Khadijah

Lalu, bahagia dapat saya temukan ketika saya benar-benar mampu mengimplementasikan seperti apa manajemen waktu yang tepat untuk saya terapkan dalam keseharian. Terlebih, masih banyak cacat yang ditemukan sebagai imbas dari rasa malas yang berlebih atas diri ini.

Kemudian, perasaan bahagia ini dapat saya temukan pula dalam aktivitas self healing yang menyenangkan dan bermanfaat. Bukan hanya sekadar memanfaatkan waktu luang saja, namun memanfaatkan waktu jadi lebih bermanfaat nilainya. Dan, sejatinya seperti itulah makna self healing yang sesungguhnya.

Makna bahagia berikutnya, dapat dengan sederhana saya temukan dalam sebuah reward atas diri ini. Adapun rewardnya, sederhana saja, membeli cemilan atau jajanan favorit, hangout bareng adek, atau sekadar jalan-jalan sore (JJS) sama paksu dan kakak bayi ke taman. Duh, kayak gitu aja emak udah girang banget, haha.

Ternyata, makna bahagia itu luas dan sangat sederhana. Tergantung dari bagaimana cara kita berpikir serta memandang suatu hal. Jika hati dan pikir kita terbiasa dengan hal-hal yang baik, tentunya dapat dengan mudah kita menemukan bahagia. Namun, jika sebaliknya, justru akan terasa sulit dan memberatkan.

Lantas, mulailah segalanya dari hati. Sehingga kebahagiaan yang lahir akan muncul dari hati pula, baik itu berupa keikhlasan, kesabaran dan kasih sayang yang membumi. Serta, syukur yang menjadi pondasi penguat untuk mengokohkan bangunan kebahagian itu. Beuhh, sok bijak banget sih gue!

Formula Bahagia: Mencintai Rupanya Juga Butuh Ilmu

Pictured by pexels.com

Setiap ibu memiliki ekspresi yang berbeda-beda dalam menuangkan rasa cintanya terhadap anak dan pasangan. Ada yang tampak berlebihan, apa adanya, bahkan dalam kondisi kekurangan sekalipun, sehingga butuh effort lebih untuk bisa merealisasikannya.

Namun, di balik itu semua ada nilai yang lebih penting untuk menggambarkan ekspresi cinta ibu ini, yakni ilmu. Mengingat, menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup yang mau tidak mau harus dijalani dan dipelajari. Agar amanah yang dititipkan olehNya dapat memberikan kebaikan dan manfaat bagi umat.

Ilmu dalam hal ini berupa nilai-nilai keteladanan, prinsip, kebiasaan positif, dan cita-cita hidup yang ditanamkan oleh tiap ibu dalam bentuk ekspresi cinta dan kasih sayang. Bayangkan, jika tanaman saja kita berikan perlakuan (ilmu) berupa air yang cukup, cahaya matahari serta tempat tumbuh yang baik, pastinya akan menghasilkan buah-buahan yang ranum dan bunga-bunga cantik yang begitu indah.

Demikian juga pada sang anak. Dimana, seorang anak yang sejak dalam kandungan dihujani oleh kasih sayang yang landasannya ilmu, sampai kemudian lahir pun akan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia dan penuh dengan pemikiran positif. Sungguh indah bukan?

Oleh sebab itu, perlu kita cermati baik-baik, seperti apa makna cinta ibu yang sebenarnya? Karena sejatinya, cinta seorang ibu terhadap anak diibaratkan seperti sebuah “rumah” yang didalamnya mampu memberikan kenyamanan, kehangatan dan kebersamaan.

Sehingga, para penghuni rumah itu dibuatnya merindu untuk bersegera kembali pulang ke “rumah”. Karena, di dalam “rumah” itulah mereka akan mendapatkan apa yang mereka tidak temukan di luar sana. Begitulah ibu dan pemaknaannya, sangat sederhana dan meneduhkan. Jadi, selamat berbahagia ya, bu!

Jadi Diri Sendiri dan Bahagialah!

Pictured by pexels.com

STOP MOMS WAR AND MOM-SHAMING! Yup, itulah dua hal yang seringkali diperdebatkan dan membuat para ibu ini sulit untuk menjadi dirinya sendiri. Otomatis, ketika ibu tidak merasa percaya diri, tentu akan sulit pula bagi mereka untuk bisa bahagia. Karena, kehidupan mereka telah terusik oleh cibiran dan bayang-bayang orang lain. Saya sendiri pun juga pernah merasakan hal demikian.

Namun, makin kesini, saya merasa perlu banget membuat GAP dan merubah orientasi saya terhadap beberapa “oknum” yang sekiranya berpotensi mengganggu kewarasan diri saya, haha. Karena, jika -jangan sampai, na’udzubillah- “something bad” itu menimpa saya, pasti bakal ngefek banget pengaruhnya untuk psikis saya.

Shortly, kita PUNYA HAK LHO UNTUK BAHAGIA. Sehingga, kewajiban kita adalah memperjuangkan bahagia itu sendiri menurut versi kita. Terserah dengan cara apapun itu, sing penting halal dan thayyib, serta tidak merugikan orang lain, titik! Kita pun nyaman dibuatnya plus tidak ada unsur paksaan didalamnya.

Saran saya, mulailah belajar untuk bisa memahami sekaligus menghargai diri sendiri terlebih dahulu. Dengan begitu, kita tahu titik ternyaman dalam diri kita seperti apa. Sehingga, kita pun bisa nyaman untuk show off menjadi diri sendiri, kebal telinga sama omongan tetangga yang super pedas kayak boncabe (level10), dan punya prinsip sendiri untuk tidak dikendalikaan sama omongan orang.

Tapiii, rileks aja yaa buukk, yang penting kita sama-sama berproses untuk bisa jadi ibu yang bahagia lahir dan batin. Percayalah, di balik ibu yang bahagia ada anak-anak yang juga bahagia dan positif. Duh, jadi senang kan kalau gini, hehe.

Nah, kamu sendiri gimana? Seperti apa sih versi bahagia kamu sebagai ibu? Yuk, sharing disini! Semoga bermanfaat ya mak, SALAM WARAS!

Ludy