Sudahkah Kita Menjadi Ibu yang Bahagia?

Dan, nyatanya makna bahagia itu sendiri dimiliki oleh tiap individu dengan standar yang berbeda-beda pula. Sehingga, tepat rasanya jika kita mengumpamakan “Jangan Mengukur Sepatu Orang Lain di Kaki Kita”. Karena sejatinya, bahagia punya standar dan definisinya masing-masing bagi setiap orang

Tiap ibu memiliki makna atau definisi masing-masing dalam memandang seperti apa bahagia yang sesungguhnya. Dan, tentu dalam tiap prosesnya akan selalu dibenturkan oleh beragam pilihan, termasuk pula hadirnya tantangan dan konsekuensi yang mesti dihadapi.

Perasaan lelah dan jenuh, baik secara fisik, hati dan pikiran juga tak luput dirasakan oleh para ibu. Semua telah dikerahkan semaksimal mungkin. Melakukan yang terbaik demi orang-orang terkasih. Karena, bahagia punya maknanya sendiri bagi tiap-tiap jiwa.

Ada yang meletakkan makna bahagia dalam segelas boba, banyaknya materi dalam limpahan barang-barang branded, dan ada pula yang meletakkan makna bahagia dalam arti yang sesungguhnya melalui ibadah fisik dan hati berupa dzikrullah.

Dan, nyatanya makna bahagia itu sendiri dimiliki oleh tiap individu dengan standar yang berbeda-beda pula. Sehingga, tepat rasanya jika kita mengumpamakan “Jangan Mengukur Sepatu Orang Lain di Kaki Kita”. Karena sejatinya, bahagia punya standar dan definisinya masing-masing bagi setiap orang.

Baca Juga:

Makna Bahagia Versi Saya?

Bagi saya pribadi, bahagia adalah ketika saya dapat meletakan porsi antara hak dan kewajiban saya sebagai anak, istri sekaligus ibu dalam bingkai yang tepat. Tidak lebih ataupun kurang, sebisa mungkin berjalan secara balance. Kendati, sering muncul konflik tak terduga namun masih dalam batas wajar dan dapat diselesaikan.

Saya bersama Khadijah

Lalu, bahagia dapat saya temukan ketika saya benar-benar mampu mengimplementasikan seperti apa manajemen waktu yang tepat untuk saya terapkan dalam keseharian. Terlebih, masih banyak cacat yang ditemukan sebagai imbas dari rasa malas yang berlebih atas diri ini.

Kemudian, perasaan bahagia ini dapat saya temukan pula dalam aktivitas self healing yang menyenangkan dan bermanfaat. Bukan hanya sekadar memanfaatkan waktu luang saja, namun memanfaatkan waktu jadi lebih bermanfaat nilainya. Dan, sejatinya seperti itulah makna self healing yang sesungguhnya.

Makna bahagia berikutnya, dapat dengan sederhana saya temukan dalam sebuah reward atas diri ini. Adapun rewardnya, sederhana saja, membeli cemilan atau jajanan favorit, hangout bareng adek, atau sekadar jalan-jalan sore (JJS) sama paksu dan kakak bayi ke taman. Duh, kayak gitu aja emak udah girang banget, haha.

Ternyata, makna bahagia itu luas dan sangat sederhana. Tergantung dari bagaimana cara kita berpikir serta memandang suatu hal. Jika hati dan pikir kita terbiasa dengan hal-hal yang baik, tentunya dapat dengan mudah kita menemukan bahagia. Namun, jika sebaliknya, justru akan terasa sulit dan memberatkan.

Lantas, mulailah segalanya dari hati. Sehingga kebahagiaan yang lahir akan muncul dari hati pula, baik itu berupa keikhlasan, kesabaran dan kasih sayang yang membumi. Serta, syukur yang menjadi pondasi penguat untuk mengokohkan bangunan kebahagian itu. Beuhh, sok bijak banget sih gue!

Formula Bahagia: Mencintai Rupanya Juga Butuh Ilmu

Tips Anti Stress Bagi IRT
Pictured by pexels.com

Setiap ibu memiliki ekspresi yang berbeda-beda dalam menuangkan rasa cintanya terhadap anak dan pasangan. Ada yang tampak berlebihan, apa adanya, bahkan dalam kondisi kekurangan sekalipun, sehingga butuh effort lebih untuk bisa merealisasikannya.

Namun, di balik itu semua ada nilai yang lebih penting untuk menggambarkan ekspresi cinta ibu ini, yakni ilmu. Mengingat, menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup yang mau tidak mau harus dijalani dan dipelajari. Agar amanah yang dititipkan olehNya dapat memberikan kebaikan dan manfaat bagi umat.

Ilmu dalam hal ini berupa nilai-nilai keteladanan, prinsip, kebiasaan positif, dan cita-cita hidup yang ditanamkan oleh tiap ibu dalam bentuk ekspresi cinta dan kasih sayang. Bayangkan, jika tanaman saja kita berikan perlakuan (ilmu) berupa air yang cukup, cahaya matahari serta tempat tumbuh yang baik, pastinya akan menghasilkan buah-buahan yang ranum dan bunga-bunga cantik yang begitu indah.

Demikian juga pada sang anak. Dimana, seorang anak yang sejak dalam kandungan dihujani oleh kasih sayang yang landasannya ilmu, sampai kemudian lahir pun akan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia dan penuh dengan pemikiran positif. Sungguh indah bukan?

Oleh sebab itu, perlu kita cermati baik-baik, seperti apa makna cinta ibu yang sebenarnya? Karena sejatinya, cinta seorang ibu terhadap anak diibaratkan seperti sebuah “rumah” yang didalamnya mampu memberikan kenyamanan, kehangatan dan kebersamaan.

Sehingga, para penghuni rumah itu dibuatnya merindu untuk bersegera kembali pulang ke “rumah”. Karena, di dalam “rumah” itulah mereka akan mendapatkan apa yang mereka tidak temukan di luar sana. Begitulah ibu dan pemaknaannya, sangat sederhana dan meneduhkan. Jadi, selamat berbahagia ya, bu!

Jadi Diri Sendiri dan Bahagialah!

Pictured by pexels.com

STOP MOMS WAR AND MOM-SHAMING! Yup, itulah dua hal yang seringkali diperdebatkan dan membuat para ibu ini sulit untuk menjadi dirinya sendiri. Otomatis, ketika ibu tidak merasa percaya diri, tentu akan sulit pula bagi mereka untuk bisa bahagia. Karena, kehidupan mereka telah terusik oleh cibiran dan bayang-bayang orang lain. Saya sendiri pun juga pernah merasakan hal demikian.

Namun, makin kesini, saya merasa perlu banget membuat GAP dan merubah orientasi saya terhadap beberapa “oknum” yang sekiranya berpotensi mengganggu kewarasan diri saya, haha. Karena, jika -jangan sampai, na’udzubillah- “something bad” itu menimpa saya, pasti bakal ngefek banget pengaruhnya untuk psikis saya.

Shortly, kita PUNYA HAK LHO UNTUK BAHAGIA. Sehingga, kewajiban kita adalah memperjuangkan bahagia itu sendiri menurut versi kita. Terserah dengan cara apapun itu, sing penting halal dan thayyib, serta tidak merugikan orang lain, titik! Kita pun nyaman dibuatnya plus tidak ada unsur paksaan didalamnya.

Saran saya, mulailah belajar untuk bisa memahami sekaligus menghargai diri sendiri terlebih dahulu. Dengan begitu, kita tahu titik ternyaman dalam diri kita seperti apa. Sehingga, kita pun bisa nyaman untuk show off menjadi diri sendiri, kebal telinga sama omongan tetangga yang super pedas kayak boncabe (level10), dan punya prinsip sendiri untuk tidak dikendalikaan sama omongan orang.

Tapiii, rileks aja yaa buukk, yang penting kita sama-sama berproses untuk bisa jadi ibu yang bahagia lahir dan batin. Percayalah, di balik ibu yang bahagia ada anak-anak yang juga bahagia dan positif. Duh, jadi senang kan kalau gini, hehe.

Nah, kamu sendiri gimana? Seperti apa sih versi bahagia kamu sebagai ibu? Yuk, sharing disini! Semoga bermanfaat ya mak, SALAM WARAS!

Ludy

Previous post Ini Dia, 7 Rekomendasi Dorama Thriller & Suspense Ala Ludy yang Bikin Nagih!
Next post Resolusi 2020(?) dan Seutas Impian Ke Jepang

19 thoughts on “Sudahkah Kita Menjadi Ibu yang Bahagia?

  1. Bahagia memang relatif ya. Kondisi dan situasi masing-masing sangat menentukan.
    Saya pribadi cukup bahagia kalau bisa silaturahmi dengan ibu kandung. Setah menikah, saya sangat sulit mau main ke rumah ibu. Padahal hanya sekitar setengah jam kendaraan. Entahlah, suami sangat bertolak belakang keinginannya dengan saya …

  2. Halo, Mbak Ludy. Salam kenal ya. Baru kali ini berkunjung kesini. Suka sama blognya. Ceria.

    Dan soal definisi bahagia menurutku, asal bisa lihat Niaku (my special needs sister) tertawa lepas aja, rasanya udah cukup. Sungguh

  3. Kalau saya nggak bisa mendefinisikan bahagia. Karena banyak sekali hal yang bisa bikin saya bahagia dan banyak yang bisa bikin saya nggak bahagia juga. Tapi saya setuju bahwa ibu yang bahagia akan bisa menebarkan kebahagiaan untuk keluarganya. Mari berbahagia, Ibu.

  4. Mom war dan mom shaming masih lanjut ya mba cape kalau terua diladenin kini aku sih uda sabodo amat sama mereka yang suka begitu mendingan mikirin kebahagiaan diri ya kan mba ibu yang happy pasti anak2nya juga happy

  5. Hmm, yang pasti sy sendiri yang bisa membahagiakan diri sendiri. Sy pernah mba, berharap bahagia dari orang, tapi ya kecewa. Akhirnya sy menurunkan standart, misalnya kalo stres ya ngemall, kalo lagi males masak ya beli, gt aja deh. Dinikmati. Karena saya percaya anak yang bahagia dari Ibu yang bahagia. Dan aku setuju sama kata mba tentang mom shaming. Lama2 aku udah tutup kuping dah 😀

  6. Bahagia itu memang jadi diri kita sendiri, saya juga pernah di masa pengen ini itu tapiii itu nyatanya bukan saya

    Bahagia itu juga pilihannn, mau dengan cara apa, yang penting bahagia kita juga membawa keberkahan buat orang lain

  7. Menjadi ibu memang tidak ada sekolahnya, mengalir seperti hujan jikar air hujan bisa membawa manfaat karena sudah ada persiapan maka saat reda tentu riang gembira lain halnya jika hujan tapi tidakbada persiapan akan butuk jadinya

  8. Huhu aku mengalami banget kunci anak bahagia ada di Ibu bahagia, jadi Ibu harus bahagia dulu baru bisa berbagi bahagia sama anak. Dan, itu nggak mudah. Perlu dilatih dan diusahakan setiap hari. Salam waras, Mbak!

  9. Jadi inget waktu punya bayi, kalo bayinya rewel karena ibunya lagi bete hehe.. Jadi harus bahagia terus jadi ibu supaya anak bahagia n postif ya mba

  10. Menurut saya sih, bahagia itu secara nggak langsung tercipta dari pilihan-pilihan kita. Sama seperti yang mbak bilang, jangan ngukur sepatu dengan kaki orang. Kalau lihat orang lain mulu ya emang susah sih jadi bahagia. Jadi lupa kalau Allah juga kasih kita banyak sekali karunia yang tak terhitung jumlahnya.

  11. Wuaaa sebuah catatan yg mamak mamak banget wajib baca ini mah. Ak izin buat share ya mak, siapa tau jadi bacaan yg lebih dibaca para ibu d luaran sana. Jangan lupa bahagia!!

  12. Kalau aq tidak pernah memusingkan omongan orang. Kita harus percaya diri dengan diri sendiri. Ibu yang percaya diri akan membentuk anak yang percaya diri.

Leave a Reply

Social profiles