Mungkin aku lelah, hatiku jenuh. Seperti ini ya rasanya ketika banyak berharap dan mendengarkan apa kata manusia. Seolah diri ini telah lama berpaling dari rabbku. Tidak sadar, bahwa limpahan nikmatnya jauh lebih banyak dibandingkan apa yang telah aku rasakan saat ini. Aku telah terbuai manisnya dunia. Seakan, hatiku kini digenggam hingga remuk oleh bengisnya dunia. Aku tak ingin hal ini berlarut-larut menimpa diriku.
Tak ingin rasanya aku terlena oleh buaian waktu bisu yang akhirnya menghinakanku. Ahh, kapan mimpi buruk ini berakhir. Ingin segera kurebut hatiku dari cengkeraman dunia. Meski harus hancur berkeping-keping, tapi biarlah Tuhanku yang akan kembali menyatukan tiap serpihannya. Karena aku yakin, Allah tak akan pernah meninggalkanku.
Ludyah Annisah
Masih teringat dengan jelas, betapa dahsyatnya guncangan bencana alam di Indonesia 2018 kemarin yang datang silih berganti dan bertubi-tubi. Tak terbayangkan pula pastinya, bahwa kematian rupanya begitu dekat dan nyata pada tiap-tiap jiwa. Seolah, belum bisa move on atas memori tempo hari dan tiba-tiba terlintas pertanyaan dalam benak ini. Kapan terakhir kali aku mengingat rabbku?
Demikianlah pertanyaan itu amat tepat disematkan pada diri ini. Lantaran, makin kesini, hidup nyatanya terlalu banyak memberikan ruang pada dunia, sehingga jatah untuk memikirkan akhirat pun rasanya amat sedikit bahkan bisa diukur melalui ujung jari. Sedih, banget pastinya. Kendati, dalam tiap-tiap sujud saat shalat pun rasanya seringkali terlintas akan hal-hal duniawi. Tapi, sebagai hamba enggak pantas rasanya jika hanya sebatas memasrahkan takdir pada illahi, tanpa lebih dulu mengikhtiarkannya dengan sebaik-baiknya fastabiqul khairat.
Lantas, semakin bertambahnya umur, sadarkah kita bahwa seharusnya hal ini diiringi pula dengan banyaknya nilai-nilai kebaikan dan pahala yang mengalir didalamnya?
Saya pun semakin berpikir bahwa hingga saat ini ikhtiar saya belum ada apa-apanya untuk bisa meraih tempat yang dinamakan syurga. Bahkan tanpa saya sadari, diri ini seringkali berbuat khilaf dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Sungguh menyedihkan memang. Padahal dalam hati selalu berharap agar kelak Allah mematikan hamba dalam keadaan mengingatNya alias Husnul Khatimah. Namun, jika mengingatNya saja enggan bahkan sulit, bagaimana hal itu bisa terjadi? Padahal dengan mengingatNya saja dalam dzikir, sama halnya kita dengan berupaya untuk memenuhi hak-hak Allah.
Peliharalah (hak-hak) Allah, niscaya Allah akan memeliharamu. Peliharalah (hak-hak) Allah, niscaya engkau dapati Allah membelamu. Engkau mengenalnya di saat lapang, Maka dia akan mengenalimu di saat sulit. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah dan bila engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah.”
HR. Ahmad
Seringkali saya bergumam pada diri, tak ingin larut dalam bisingnya dunia. Serta, tak ingin juga menempatkan dunia pada hati ini. Dan, memang itulah sikap terbaik yang harus dimiliki oleh seorang hamba. Tapi apa mau di kata? Saya hanyalah manusia biasa, yang sudah semestinya terus melakukan perbaikan dari hari ke hari.
Kembali lagi, sembari menuliskan hal ini sebagai pengingat bahwa hidup sejatinya adalah dengan memperbanyak amal dan terus banyak mengingatNya dalam setiap kondisi. Baik itu dalam keadaan senang maupun susah. Karena, kita tidak akan pernah tahu, amal mana yang akan memberatkan timbangan kita saat menghadapNya kelak.
Dan, memang sudah seharusnya saya sadar bahwa sejatinya hidup adalah jalan untuk mencari arah pulang. Maka, sudahkah kita siap untuk pulang dalam keadaan terus mengingatNya atau malah sebaliknya? Allahu’alam bi showwab. Selamat bermuhasabah di hari jumat full barokah ini ya, Mak. Salam waras!
*renungan absurd di malam hari yang tumben berfaedah, maafkan jika ada salah kata.
Terima kasih diingatkan kembali mbak.
Sama-sama, Mba Lisa 😄