Beberapa waktu lalu, saya sempat dibuat galau dengan kebiasaan saya dan keluarga yang rutin mengonsumsi buah dan sayur setiap hari. Bukan dibuat galau lantaran harganya yang melonjak atau bahkan manfaatnya. Justru yang jadi masalah ialah sampah sisa buah dan sayur yang kian menumpuk dari hari ke hari.
Diketahui, sampah jenis ini masuk dalam kategori sampah makanan. Dimana, menurut data Food Waste Index Report 2021 (UNEP), menyebut bahwa sampah makanan terbesar dihasilkan dari sektor rumah tangga sekitar 61%. Lalu, disusul oleh sektor penyedia makanan sekitar 26% dan retail 13%.
Merasa relate dengan situasi tersebut, saya pun berinisiatif untuk melakukan perubahan kecil dengan mengumpulkan potongan sisa buah dan sayur di rumah, lalu mengolahnya kembali menjadi Eco Enzyme.
Lantas, seperti apa sih eco enzyme ini? Bagaimana saya memulainya? Yuk, simak selengkapnya disini!
Apa itu Eco Enzyme?
Diketahui, eco enzyme ini pertama kali digagas oleh Dr. Rosukon Poompanvong yang sosoknya dikenal luas sebagai pencetus Asosiasi Pertanian Organik Thailand. Idenya pun sangat menarik, yakni mengolah enzim dari sampah organik yang kita hasilkan sehari-hari sebagai bahan pembersih alami.
Sederhananya, eco enzyme adalah hasil dari fermentasi sampah dapur organik, berupa sisa buah dan sayur yang dicampurkan dengan gula (gula merah, gula aren, gula coklat) dan air, dengan takaran khusus yang telah ditentukan. Adapun, hasil akhirnya nanti berupa cairan berwarna coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat seperti tape.
Adapun, hal menarik yang jadi perhatian saya pada eco enzyme ini ialah manfaatnya yang luar biasa, antara lain:
- Pastinya lebih HEMAT, karena bisa mengolah kembali sampah dapur organik menjadi pembersih rumah tangga alami secara DIY.
- Dapat mengurangi polusi, karena pada hari pertama kita membuat eco enzyme, di saat yang sama terjadilah proses pelepasan gas ozon (O3). Yang mana, kita ketahui O3 dapat menekan karbondioksida di atmosfer yang terperangkap panas di awan. Otomatis, output utamanya ialah turut meminimalisir dampak global warming dan efek rumah kaca.
- Berfungsi sebagai pembersih udara dari polusi, racun, dan menghilangkan bau tak sedap.
- Manfaat lainnya untuk pembersih rumah tangga, desinfektan, pupuk, perawatan tubuh, antiseptik, dan masih banyak lagi.
Adapun, untuk takaran pembuatan eco enzyme ini, yaitu Sampah sayur/buah : Gula merah : Air = 3 : 1 : 10. Untuk lebih jelas, seperti ini contohnya, 300 gr (potongan kulit buah yang sudah dicacah) : 100 gr (gula) : 1 liter air. Tidak sulit, bukan? Menariknya lagi, bahan utama pembuatan eco enzyme ini tidak terbatas pada sampah sisa buah dan sayur saja lho, tapi sisa cangkang telor pun bisa kita olah kembali. Wah, menarik banget ya eco enzyme ini!
Kurangi Sampah Makanan dengan Mengolahnya Kembali
Keprihatinan saya terhadap sampah dapur yang kita hasilkan sehari-hari, bermula dari domisili tempat tinggal saya yang letaknya tak jauh dari Bantar Gebang, Bekasi. Yup, sudah pada tahu kan, apa itu lokasi Bantar Gebang? Di Bekasi, lokasi ini terkenal sebagai tempat pembuangan sampah terpadu (TPST). Kendati, wilayahnya ada di Bekasi, sebenarnya tanah yang dijadikan tempat pembuangan sampah ini dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sejumlah teman yang bermukim tak jauh dari Bantar Gebang, mengaku kerap disuguhi oleh aroma sampah yang menjalar tiap waktu. Bahkan, ketersediaan air bersih turut mempengaruhi tempat tinggal mereka. Alhasil, mau tidak mau, sebagian besar dari mereka memilih untuk berlangganan air bersih milik BUMD tiap bulannya.
Saya yang penasaran pun langsung turun ke lapangan, melihat langsung ke lokasi TPST tersebut. Pemandangan timbunan sampah yang terus menjulang ke atas bak perbukitan, tak henti-hentinya mencuri pandangan saya kala itu. Disekitarnya, banyak tersebar spot pengumpul botol-botol plastik serta sampah anorganik lainnya, yang menjadi persinggahan para pemulung untuk kemudian ditukarkan dengan uang.
Dalam hati, saya pun membatin, bagaimana dengan sampah-sampah dapur (organik) yang kita hasilkan tiap harinya? Kira-kira, langkah kecil apa yang bisa saya perbuat untuk membuat bumi jadi sedikit lebih baik dari sampah dapur ini?
Alhasil, setelah memburu info kesana-kemari, baik secara online di media sosial dan google, termasuk diskusi langsung secara offline. Saya pun memutuskan untuk mengumpulkan sampah sisa buah dan sayur yang saya dan keluarga hasilkan, lalu diolah kembali menjadi eco enzyme guna menuai manfaat lebih.
Dari hal ini saya pun belajar, setelah berupaya untuk selalu menghabiskan makanan yang tersedia di piring. Jangan lupa juga, untuk memanfaatkan kembali sampah sisa buah dan sayur yang sebelumnya digunakan dalam proses sajian makanan kita. Ini sangat penting. Karena, jika dibiarkan terus-menerus tiap harinya, maka jangan kaget jika yang muncul ialah gunungan sampah yang baru tiap minggunya. Miris.
Makin Giat Bersama teamupforimpact.org
Supaya makin greget, saya pun menantang diri dengan mengikuti tantangan dari teamupforimpact, yang terdiri dari 7 challenge. Antara lain, tidak membeli makanan/minuman dalam kemasan, mengurangi pemakaian listrik selama 2 jam, tidak makan daging merah, tidak menggunakan tissue, tidak naik kendaraan berbahan bakar bensin, tidak menyalakan TV, dan yang terakhir tidak menghasilkan sampah makanan.
Dari tujuh challenge ini, saya memilih 1 challenge, yaitu tidak menghasilkan sampah makanan. Langkah ini saya lakukan demi menguatkan konsistensi dan motivasi saya agar makin semangat membuat eco enzyme. Serta, membagikan manfaatnya dengan sesama. Alias, jangan sampai berhenti di saya aja, tapi langkah ini mesti berlanjut demi masa depan bumi yang lebih baik.
Saya sudah join challenge-nya lho, yuk ikutan juga dengan klik https://teamupforimpact.org/ dan mulai langkah kecilmu untuk bumi kita dari sekarang. Enggak sulit kok, percaya deh!
Semoga catatan saya kali ini bermanfaat ya untuk teman-teman semua. Have a nice day everyone, SALAM WARAS!
Ludy