Tiga bagian dalam husnul ‘itisol ini saling berkaitan satu sama lain. Pasalnya, nilai-nilai tersebut akan menghantarkan kita pada terbentuknya akhlak yang sempurna. Pertama, Billahi, membina hubungan yang baik dengan Allah merupakan aspek yang harus diutamakan melalui pelaksanaan ibadah yang mendekatkan jiwa kita kepada Allah Swt. Salah satunya melalui dzikir.
Dzikir memiliki pengertian yang berarti mengingat dan menyebut, sehingga seorang hamba yang tengah berdzikir dapat dikatakan sebagai seseorang yang menyibukkan diri dengan menyebut nama Allah sambil mengingatNya. Ustadz Talqi menjelaskan, yang disebut dengan dzikir yang sesungguhnya, yaitu, “selalu mengingat Allah dengan hati, lisan, dan perbuatan.”
Sebagai contoh, seseorang yang mengucap Masya Allah ketika takjub melihat sesuatu, kemudian disertai dengan mengingat Allah, kondisi orang tersebut juga dikatakan sebagai berdzikir. Mengingat, kebiasaan berdzikir ini harus dibiasakan dalam kehidupan kita karena hal ini akan membimbing kita untuk terbiasa menghadirkan Allah di dalam hati sepanjang hidup kita.
Percayakah anda? Berdzikir mampu membuat hati kita lebih tenang dan nyaman karena mengingatNya, dari ketenangan dan kenyamanan itulah akan melahirkan rasa syukur dalam diri kita.
Rasa syukur tersebut lahir sebagai bentuk keridhaan diri atas apapun yang terjadi dalam diri kita dengan menyerahkannya hanya kepada Allah dalam lafadz dzikir-dzikir kita. MengingatNya, sadar bahwa segala hal yang terjadi semata-mata atas kehendakNya dan dalam perencanaanNya yang amat baik dalam hidup kita.
Sehingga, Allah merefleksikan kasih sayangNya dalam bentuk ketenangan dan ketentraman dalam hati-hati kita. “Apapun yang kita syukuri, menunjukkan hubungan kita dengan Allah baik,” ujar Ustad Talqi.
Sifat selanjutnya adalah sabar. Dalam konteks ini, sabar merupakan anak tangga yang kita gunakan untuk naik ke level syukur. Perasaan ridho (rela) dan sabar inilah yang akan semakin mengokohkan jiwa kita untuk selalu bersyukur. Mengingat, sifat sabar tersebut yang akan mendukung diri kita untuk bersikap ridho (rela) atas kejadian apapun yang menimpa diri kita, baik senang maupun susah.
Kemudian, rasa syukur itu pula akan melahirkan keikhlasan. Sikap keikhlasan ini membuat diri kita untuk selalu berfikir positif. Dalam konteks ini, sikap ikhlas ditunjukkan dengan merelakan dan mendoakan ketika seseorang dalam keadaan tersakiti. Sehingga, ikhlas dalam hal ini memiliki makna menyerahkan rasa sakit kita kepada Allah agar dibalas dengan balasan yang setimpal berdasarkan nilai kesabaran kita.