Sejak menjadi ibu dan memiliki seorang anak, banyak sekali hal baru yang saya rasakan. Entah itu yang membuat saya tersenyum, galau, bahkan menangis pilu hingga tersedu-sedu. Menjadi ibu, bagi seorang Ludy adalah dunia baru yang amat sulit untuk ditaklukan. Seolah, sulit dijamah dan amat rentan dengan berbagai kegagalan. Ibarat games, saat ini saya tengah menjalani sejumlah trial and error dalam banyak hal, mulai dari menentukan sikap, menanamkan prinsip, konsistensi dalam memberikan role model yang tepat bagi si kecil, dan masih banyak lagi.
Ahhh, jika dipikirkan, rasa-rasanya menjadi orang tua itu amat sulit sekaligus berat dengan tanggung jawab yang diembannya. Iya, terasa begitu memberatkan jika tidak diiringi dengan ilmu dan iman didalamnya. Toh, bagaimana kita mau mendidik buah hati dengan benar, jika menuntut ilmu dan beribadah saja masih malas-malasan. Sungguh, dari hal ini membuat saya makin berpikir dan sadar bahwa saya harus belajar. Belajar untuk berproses seumur hidup menjadi sosok ibu yang tidak hanya baik namun juga penuh cinta. Khususnya, dalam menyampaikan bahasa cinta yang tepat dalam segala kondisi pada buah hati tercinta. Baik itu dalam keadaan senang maupun marah sekalipun.
Hingga kemudian, saya menemukan sebuah buku bacaan yang sangat menyentil kepekaan saya sebagai ibu, sekaligus menjadikan buku ini sebagai handbook di kala saya bingung secara emosional saat menghadapi Khadijah. Nah, kira-kira buku apa sih? Cuss, lanjut!
Baca Juga: Menjadi Ibu: Tentang Menjaga Emosi dan Kewarasan Diri
Review Buku Mendidik dengan Cinta by Irawati Istadi
Judul: Mendidik dengan Cinta
Karena anak begitu berharga, maka tumbuh kembangnya harus dijaga dan dibina.
Penulis: Irawati Istadi
Penerbit: Pro-U Media
Tahun terbit: 2016
Jumlah hal: 388
ISBN: 978-602-7820-47-0
Genre: Psikologi
Blurb
Begitu banyak orangtua yang setulus hati mencintai putra-putrinya, tetapi ternyata mereka salah dalam menerapkan “bahasa cinta”-nya. Karena keterbatasan pengetahuan orangtua tentang ilmu mendidik anak, maka metode yang digunakan pun seadanya -bahkan terkesan salah kaprah- sehingga hasilnya juga jauh dari harapan, atau bahkan bertolak belakang dari tujuan semula. Maka, jadilah anak-anak tersebut seperti pemberontak, pembohong, bahkan musuh bagi orangtuanya sendiri.
Mendidik dengan cinta adalah pola mendidik anak yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis, juga meletakkan cinta dan kasih sayang orangtua sebagai modal utama dalam membesarkan, merawat, dan membimbing buah hatinya.
Buku ini ditulis dengan pemahaman sederhana bahwa kesadaran para orangtua patut ditumbuhkan terkait kesalahan-kesalahan tanpa sengaja yang selama ini kerap dilakukan. Buku ini mencoba menguak seribu satu peluang yang sebenarnya bertebaran di sela-sela kehidupan orangtua dengan anak, yang sekilas tampak remeh, tetapi ternyata bisa dimanfaatkan untuk mengajarkan dasar-dasar ketauhidan, pendidikan akhlak yang mulia, serta kematangan berpikir.
Materi-materi yang disampaikan juga diulas dengan bahasa keseharian yang lugas sehingga membuat kita seolah tengah membaca potret kehidupan kita sehari-hari. Semoga, dengan memahami seperti apa “bahasa cinta” yang diajarkan dalam Islam, orangtua akan bisa meningkatkan kualitas pendidikan kepada anak-anaknya sehingga hasilnya pun menjadi semakin berkualitas.
***
Dan, berikut ini akan saya rangkum beberapa poin penting yang menjadi rujukan utama saya dari isi buku ini. Apa aja? Let’s check this out!
Mendidik dengan Cinta
Hal pertama yang menjadi kata kunci dari buku ini, ialah tentang Mendidik dengan Cinta. Bagaimana tidak? Untuk belajar mencintai tentu membutuhkan sebuah pendahuluan bukan? Melalui buku ini, kita diajak untuk mengenal tiga tipe anak terlebih dahulu, yang terdiri dari:
- Anak yang mudah
- Anak yang perlu pemanasan
- Anak yang sulit
Masing-masing dari tiga tipe anak ini, penulis jabarkan dengan cukup seksama dan detail. Saat membacanya pelan-pelan, saya mulai paham sekaligus sadar bahwa Khadijah adalah tipe anak yang membutuhkan pemanasan. Lantaran, dia termasuk tipa anak yang tidak terlalu berani dan tidak juga penakut. Namun, membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sehingga, sebagai ibu saya perlu memberikan dorongan awal pada Khadijah saat ingin mencoba suatu hal yang baru.
Berbeda halnya dengan tipe anak yang mudah, tipe seperti ini dinilai lebih adaptif dan menyukai tantangan. Namun, kekurangannya relatif sulit dikendalikan dan butuh pengamanan lebih ketika bereksplorasi. Namun sebaliknya, bagi tipe anak yang sulit tentu hal itu terasa lebih sulit, karena tipe anak ini cenderung pemalu dan penakut sehingga sulit untuk beradaptasi. Dan, sangat bergantung pada orangtua dan pengasuh. Kendati, kelebihannya mereka cenderung lebih mudah diatur dan dikendalikan oleh orangtuanya.
Dari pengenalan ini, kemudian membawa kita sebagai orangtua untuk dapat memperlakukan mereka dengan sebaik mungkin. Utamanya, dengan pembuktikan cinta, baik itu melalui kelembutan tutur kata, menawarkan kebaikan, belajar memahami perasaan anak, serta melatih diri untuk dapat mengendalikan emosi terhadap anak. Ingat buuuk, bukan menahan emosi ya? Namun lebih tepatnya, mengalirkan emosi menjadi lebih terarah agar saat penyampaiannya dapat dipahami oleh anak, meski belum sepenuhnya.
Semua anak memiliki potensi kebaikan, yang baru bisa berkembang jika memperoleh kepercayaan.
– Mendidik dengan Cinta by Irawati Istadi, hal. 31.
Disamping itu, tak lupa penulis juga mengajak pembaca untuk berprasangka baik kepada anak. Karena, perlu diyakini bahwa semua anak memiliki potensi kebaikan dalam dirinya yang perlu digali sejak dini. Terlebih, hal ini erat kaitannya dengan menumbuhkan kepatuhan anak pada orangtua, belajar untuk menghargai “kekonyolan” mereka, serta upaya kita dalam menumbuhkan kemandirian anak sejak dini. Ahhh, baru baca bagian pertama aja rasanya udah makjleb banget nih, huhu.
Tentang Seni Berkomunikasi dan Mengelola Konflik
Seni berkomunikasi orangtua pada anak rupanya sangat memengaruhi karakter anak nantinya. Ini sangat penting. Bagaimana tidak? Ketika kita mengharapkan anak memiliki kepribadian yang baik, namun tidak disertai dengan komunikasi yang tepat dan efektif saat mengedukasinya, tentu hal ini tidak akan tersampaikan. Utamanya, kita perlu memahami dulu dengan baik, perbedaan makna antara perilaku dan pribadi. Sehingga, kita tidak dengan mudah mengerdilkan anak ketika berbuat salah.
Kesediaan mendengar dan memahami keluhan yang disampaikan anak, penting untuk melancarkan komunikasi.
– Mendidik dengan Cinta, hal. 96.
Selain itu, melalui buku ini pula, penulis mengajak kita untuk belajar mengelola area konflik pada anak. Baik itu, terhadap teman bermainnya, pada ayah ibunya, dan khususnya pada saudara kandungnya. Dimana, dalam hal ini erat kaitannya dengan sibling rivalry. Apalagi, jika dalam konteks ini anak tengah mengalami perseteruan antara adik-kakak. Dan, tugas orangtua dalam hal ini adalah mendamaikan keduanya. Nah, dalam buku ini penulis juga membagikan tipsnya lho, apa aja sih? Cuss, cek disini!
Tips Mendamaikan
1. Hindari menyalahkan salah satu pihak
2. Kakak tidak harus selalu mengalah
3. Hargai jika kakak benar
4. Tunjukkan ketidakmengertian adik
5. Tumbuhkan empati kakak
6. Hargai jika kakak mau mengalah
7. Biasakan untuk segera saling memaafkan
8. Ajarkan adik dan kakak tentang kekeliruannya di saat yang tepat.
Baca Juga: Teguran Satu Menit, Strategi Jitu dalam Mendidik Anak
Buku Mendidik dengan Cinta, Salah Satu Buku Parenting yang WAJIB Dibaca
Yup, bagi saya buku ini merupakan salah satu buku parenting recommended yang menjadi handbook saya dalam mendidik si kecil di rumah. Bahasanya cukup mudah dipahami dan contohnya pun sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Diulas secara mendasar, yang diawali dengan persiapan menjadi orang tua beserta step by step-nya, pengenalan sikap secara positif terhadap anak, memahami dunia anak, dan masih banyak lagi. Tiap topiknya pun disajikan dengan bahasa yang ringan, menarik dan relate dengan kebutuhan kita sebagai orang tua dalam mendidik anak, yang utamanya sesuai dengan nilai-nilai Islami.
Honestly, bagi saya yang suka uncontrolled alias meledak-ledak, haha. Buku ini menjadi sebuah reminder yang dapat membuat saya bermuhasabah agar bisa lebih sabar, ikhlas, dan menerima ‘nasib’ sebagai ibu, wkwkwk. Mengingat, sejatinya “panggung” kita saat ini adalah rumah yang didalamnya mesti terdapat banyak muatan cinta dan energi positif yang harus dialirkan ke seluruh anggota keluarga. Dan, tugas utama kita sebagai ibu yang mesti menghadirkan itu semua ke dalam rumah. Tak lupa, support system ayah pastinya dong.
Adapun, buku ini saya beli ketika tengah hamil besar di IBF pada tahun 2017 lalu dan baru khatam setahun kemarin, wkwkwk. Karena, saya akui terkadang saat membacanya pun cenderung pilih-pilih dan disesuaikan dengan kebutuhan saya saat itu (duh, please jangan ditiru ya gaes). Intinya, buku ini menarik dan tepat untuk para newbie parents agar bisa belajar lebih legowo dalam menghadapi si kecil. So, selamat membaca ya!
Semoga ulasan buku kali ini bermanfaat ya buibuuuk, stay safe and healthy selalu. SALAM WARAS!
Ludy
Waw Ada kiat menghadapi siblings rivalry. Ini persiapanku nih kalau bayi mulai gede. Umur segini aja udah rebutan mainan dengan si kakak. Makasih ulasannya yaa.